Anak Golkar

Penulis: Erri Subakti

Terlahir sebagai anak ke tujuh dari tujuh bersaudara.

Waktu kecil, yah sekitar antara sebelum TK/ balita, sampai SD sekitar kelas 1-2 itu rumah cuma 2 kamar. Tujuh anak 2 kamar? Gimana tidurnya?

-Iklan-

Yang perempuan 1 kamar, yang laki-laki di sofa atau gelar matras depan TV. Baru pas saya masuk SD, bokap ngebangun ruangan tambahan ke belakang rumah, 1 kamar. Untuk yang cowok-cowok. Lalu baru 5 tahun berikutnya 1 kamar lagi. Untuk yang cowok-cowok. Yang perempuan tetep dalam 1 kamar 3×4 meter, dengan 1 ranjang tingkat dan 1 bed yang bisa dilipat, di rumah seluas 120m2. (Nah sekarang rumahnya mau dijual tuh, untuk yang minat, japri ye. Lihat gambar.)

Gimana suasana ada 7 anak di dalam rumah dengan 3-4 kamar itu? Saat itu sih kayaknya gak berasa sesak. Bahkan sering lengang. Kalau pun ngumpul semua, suasananya hangat.

Tujuh anak dalam rumah kok bisa suasana sering lengang? Itu karena semua anggota keluarga extrovert, lebih banyak kegiatan/aktivitas/main di luar rumah.

Karena tipe extrovert semua, tentu aja kalau kumpul keluarga semisal di puncak, villa milik BUMN, pasti banyak permainan bersama. Terutama tentu saja Kartu Remi.

Karena sekeluarga tipe extrovert, sudah pasti pada sering berada di luar rumah. Pernah satu sore hari, seinget saya di tahun 1982. Usia saya persis 5 tahun, saya pulang ke rumah setelah main, dan di rumah kosong. Gak ada siapa-siapa. Saya pun duduk-duduk di teras aja. Kayaknya waktu itu ada rambutan di meja. Makanin rambutan.

Tahun 1982 tanggal 2 Mei, mungkin bisa dicek lagi itu hari apa. Seingat saya itu adalah hari Pemilu 1982. Itu sebabnya rumah gak ada orang. Ortu sebagai Ketua RT sibuk dengan pemungutan suara. Yang tentu saja punya “tanggungjawab memenangkan Golkar”. Kalau enggak, ya orang-orang di masa itu taulah bagaimana akhirnya. Karir atau pekerjaan pasti mandek. Intel di mana-mana. Tembok bisa dengar. Jangan sampai kelihatan anti pemerintah apalagi pro PDI atau PPP. Bisa selesai sudah karir/ pekerjaan Anda.

Sudah barang tentu sebagai pegawai BUMN, indoktrinasi Golkar sangat terstruktur massif dan strategis. Jadi pernah seinget saya, diajak nyokap ke acara Golkar, ya mungkin kampanye. Di gedung serba guna di komplek. Pulangnya dikasih kaset berisi lagu-lagu Golkar. Saya yang gemar dengan musik tentu senang dikasih kaset berisi lagu-lagu. Belum paham bahwa lagu-lagu itu propaganda sejak dini. Hihi.. sampai hapal lagu-lagu Golkar. Nyokap pun bilang saya “Anak Golkar”. Karena hapal lagu-lagu propagandanya.

Saya adalah orang yang diindoktrinasi, mengalami propaganda Golkar sejak TK. Sebagai anak dari seorang bapak pegawai BUMN yang juga ketua RT saat ’80-an maka harus menjadi bagian dari “pemenangan” rezim kala itu. Gak boleh kelihatan atau kedengeran pro partai ijo atau merah. Karir pasti habis. Selesai. Bokap memilih untuk meredam idealisme demi untuk bisa menghidupi istri dan 7 anak. Usai reformasi, Pemilu ’99 baru bokap bisa bernafas lega bisa memilih asal bukan Golkar.

Oiye balik lagi, kalo ada yang minat rumah di gambar, japri ye… Iyeee… 😀

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here