Catatan Astina
Sejak kemarin sore, teman-teman wartawan banyak yang bertanya dan meminta pendapat saya tentang kebijakan Ganjil Genap saat PSBB Transisi oleh pemprov Jakarta. Untuk memberi gambaran dan sikap saya atas kedua kebijakan di atas, saya coba menuliskan Catatan Astina tentang Ganjil Genap saat PSBB Transisi di Jakarta.
Rencanya mulai Senin 8 Mei 2020 Pemprov Jakarta berencana menerapkan sistem ganjil genap terhadap kendaraan pribadi termasuk sepeda motor yg melintas di Ibu Kota, dalam rangka menekan penyebaran COVID-19 di masa transisi PSBB. Kebijakan itu dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta nomor: 51 tahun 2020.
Tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Produktif. Tentang Pengendalian Moda Transportasi diatur Pasal 17 bahwa:
(1) Pengendalian moda transportasi dilaksanakan sesuai dengan tahapan Masa Transisi.
(2) Pengendalian moda transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kendaraaan bermotor pribadi berupa sepeda motor dan mobil beroperasi dengan prinsip ganjil genap pada kawasan pengendalian lalu lintas;
b. kendaraan umum massal diisi paling banyak 50% (lima puluh persen) dari kapasitas kendaraan; dan
c. pengendalian parkir pada luar ruang (off street).
Kebijakan Ganjil Genap adalah upaya untuk mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi agar masyarakat berpindah menggunakan transportasi umum dan mengurangi kemacetan di jalan raya. Sementara kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa transisi adalah upaya mengendalikan atau menangani penyebaran Covid 19 agar masyarakat hidup sehat dan produktif, katanya.
Selama masa PSBB Transisi ini juga diatur bahwa kapasitas layanan transportasi atau angkutan umum massal dikurangi hingga 50%. Jika pada masa PSBB Transisi ini diterapkan sistem Ganjil Genap terhadap kendaraan pribadi maka masyarakat ditekan tidak menggunakan kendaraan pribadi mobil maupun sepeda motor sesuai aturan tanggal ganjil genap dan didorong berpindah ke angkutan umum massal. Tetapi selama PSBB Transisi layanan angkutan umum massal hanya 50%, apakah ini akan aman dan dan dapat menampung berpindahan masyarakat dari pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum massal di Jakarta?
Pertanyaan dan perhitungan antara perpindahan jumlah masyarakat ke layanan angkutan umum massal ini harus benar-benar diantisipasi. Ada ketidak sesuaian antara kebijakan Ganjil Genap dalam kebijakan PSBB Transisi di Jakarta.
Kebijakan pertama, menekan dan mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi dan masyarakat didorong pindah gunakan angkutan umum massal. Kebijakan kedua ada mengatur mengurangi 50% layanan angkutan umum massal dari biasanya. Bukankah akan terjadi lonjakan atau peningkatan pengguna layanan angkutan umum massal?
Perhitungan atau antisipasinya adalah setidaknya agar tidak terjadinya penumpukan masyarakat pada saat mengakses layanan angkutan umum. Padahal tujuan atau target PSBB Transisi dalam Pergub nomor: 51 tahun 2020 adalah untuk mencapai masyarakat sehat dan produktif. Jika terjadi penumpukan atau kerumunan di sarana terminal atau stasiun angkutan umum massal maka akan terjadi penyebaran Covid 19.
Untuk itu sebaiknya selama penerapan kebijakan PSBB Transisi di Jakarta SEHARUSNYA TIDAK DISERTAI kebijakan pengendalian ganjil genap penggunaan kendaraan bermotor pribadi.
Penerapan PSBB Transisi tanpa Ganjil Genap ini untuk mencegah terjadinya lonjakan dan peningkatan serta kerumunan penumpang di sarana pendukung layanan angkutan umum massal di terminal atau stasiun. Toh selama masa PSBB Transisi ini kapasitas penumpang mobil pribadi sudah dibatasi hanya 50% juga dari kapasitasnya. Kebijakan pengendalian penggunaan pribadi dapat diterapkan kemudian setelah kita melihat perkembangan yang terjadi pada penerapan PSBB Transisi.
Jakarta, 7 Juni 2020
Azas Tigor Nainggolan
Analis Kebijakan Transportasi dan Ketua FAKTA Indonesia.