BLT Bukan Jalan Keluar, Berikanlah kail, bukan ikannya

Penulis: Roger P. Silalahi

Berikanlah kail, bukan ikannya…

Itulah ungkapan yang paling tepat dan paling benar bagi bangsa ini. Ungkapan peribahasa yang diwariskan leluhur bangsa Indonesia berdasarkan pemahaman akan bangsanya.

-Iklan-

Ada banyak nilai yang diwariskan leluhur yang sekarang ini sudah pudar atau dipudarkan oleh arogansi dan kebodohan pemimpin bangsa, salah satunya adalah hal terkait bagaimana kita harus membangun bangsa ini. Bangsa ini harus dibentuk menjadi:
Bangsa pekerja keras
Bangsa penikmat hasil
Bangsa yang bangga akan jerih payah
Bangsa yang paham akan nilai yang terkandung dari peraihan yang dicapai.

Kita sudah terlalu lama dibuai dengan cara yang sama seperti cara orde baru membodohi bangsa ini selama masa kekuasaannya. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah salah satu yang paling banyak merusak nilai yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia.

Dimulai dari masa pemerintahan SBY di tahun 2005, BLT seolah menjadi “Kebijakan Primadona” karena mampu mempermudah rakyat dalam memenuhi kebutuhannya, sementara BLT ini sebenarnya adalah “Perwujudan dari ketidakmampuan Pemerintah memberdayakan potensi yang dimiliki rakyatnya…!” Apa tujuan BLT sebenarnya? Itu yang harus disadari oleh masyarakat, hingga mampu menolak BLT dan meminta pemerintah bekerja lebih keras hingga mampu menyediakan “Kail” dan bukan “Ikan”.

Inti dasar dari BLT adalah memberikan uang untuk dipergunakan oleh rakyat, tanpa melihat kebutuhan yang sebenarnya ada. BLT menjadi primadona karena kemalasan itu “disupport” oleh pemerintah. Support dari pemerintah yang malas memikirkan secara rinci terkait siapa membutuhkan apa, daerah mana membutuhkan apa, bagaimana menciptalan cara sehingga rakyat bisa bekerja dan menghasilkan dan BANGGA pada hasil kerjanya. Bukan menjadikan rakyat penikmat kemudahan, tanpa pertanggungjawaban, tanpa mampu membanggakan apa yang diperolehnya. Rakyat dididik untuk menjadi pengemis, tangan di bawah, sehingga dengan mudah dapat “dipaksa” menuruti kehendak dari penguasa.

Siapa yang paling ditakuti oleh karyawan di sebuah perusahaan, pastilah HRD yang memiliki kontribusi langsung menilai berapa yang layak diberikan bagi setiap karyawan. Siapa yang paling dihormati di sebuah perusahaan, pastilah Boss Besar dan Financial Controller yang berkuasa atas pengeluaran dana bagi karyawan, baik Gaji, THR, Bonus, dan lain sebagainya.

Demikian pula negara ini, layaknya sebuah perusahaan besar, Kepala Daerah kepada siapa dana pemerintah diberikan untuk dibagikan akan sangat dihormati, terlebih lagi Presiden sebagai Boss Besar. Tujuan jelas, jika maju untuk kali berikutnya nanti, rakyat akan mendukung karena senang dan ingin terus mendapatkan “support” yang sebenarnya adalah “ikatan” atau lebih kasar lagi “jebakan”.

Dalam sejarahnya, penyalahgunaan BLT baik dari sisi jumlah, penerima manfaat, dan pemanfaatannya sangat banyak terjadi, dan tindak lanjut atas penyimpangan ini oleh pemerintah minim. Karena bagi pemerintah, siapa penerimanya tidak penting, jumlah yang diterima tidak penting, yang penting hanyalah jumlah penerima, karena itu = jumlah suara untuk pemilu berikutnya.

Sama halnya dengan hal terkait stunting, bukan pemberian susu yang harus dilakukan, bukan pemberian makan yang harus dilakukan, tapi pendidikan dan pemberian pemahaman kepada semua orang akan hal yang harus dilakukan. Pemberian ASI adalah wajib, protein hewani itu penting, membantu memberikan kebijakan sehingga perekonomian mereka meningkat agar gizi bisa terpenuhi. Pemerintah perannya ada di pendidikan dan pembuatan kebijakan yang pro rakyat, bukan bagi-bagi uang atau barang konsumsi. Pemerintah punya peran di penyuluhan dan pemberian imunisasi gratis bagi semua anak, bukan membodohi rakyat dengan pembagian susu formula atau makan gratis.

Pemerintah perlu mengambil langkah segera, perlu mengeluarkan kebijakan yang memudahkan rakyat di setiap daerah untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka. Semua hal berujung di ekonomi. Jika ekonomi cukup, maka anak akan dapat asupan gizi yang cukup, anak akan dapat beroleh pendidikan sehingga paham dan dapat membantu pemerintah memberikan pemahaman pada orang tua mereka. Pemerintah jangan berpikir mencari untung dari rakyat dengan membagikan susu atau hal lainnya yang kita semua tahu ujungnya ada di kenikmatan pengusaha, tapi pemerintah harus memberdayakan masyarakat.

Hentikan pembodohan dan perusakan sikap mental bangsa dengan segala macam bantuan berbentuk uang atau barang konsumsi, mulai memberikan kebijakan sehingga rakyat dapat mengakses pekerjaan, dapat meningkatkan produksi, meningkatkan penghasilan. Berikan tunjangan dalam bentuk barang produksi masih jauh lebih baik daripada memberikan barang konsumsi. Didik bangsa ini untuk produktif dan berdiri sendiri, bukan jadi peminta-minta yang berakhir tragis saat suaranya sudah diraih.

-Roger Paulus Silalahi-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here