SintesaNews.com – Dari pagi hingga malam, jaket ini terus melekat di tubuh. Suhu udara di Kabupaten Paniai memang dingin. Berada di ketinggian di atas 1.700 meter dari permukaan laut, daerah ini sangat indah, dengan perbukitan dan danau terbesar di tanah Papua, Danau Paniai.
Di Paniai inilah Belanda pertama kali mengembangkan budidaya tanaman kopi jenis arabika di tanah Papua. Karena pada masa lalu belum ada akses jalan ke pedalaman, Belanda memilih mendarat di Danau Paniai dengan jenis pesawat-pesawat yang bisa “landing” di air.
Paniai pernah menjadi sentra kopi pada masa lalu yang dikembangkan oleh para misionaris. Namun seiring perginya para misionaris, pengelolaan budidaya tanaman kopi di wilayah adat Mepago ini berangsur-angsur surut. Serapan pasar pada hasil panen kopi berkurang, harga merosot, tanaman kopi tak lagi diandalkan para penduduk. Mereka lebih memilih menanam tanaman palawija seperti ubi, sebagai kebutuhan pokok untuk makan sehari-hari.
Dengan kembali bergairahnya pasar kopi di tingkat domestik, kopi Papua kini banyak dicari orang. Para ahli kopi dari Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao) dan praktisi perkopian dari SCOPI (Sustainable Coffee Platform Indonesia) telah datang ke wilayah ini dan menilai bahwa kopi-kopi arabika di Papua memilki Grade A, dengan citarasa excellent. “Sembilan pointnya,” ujar ahli kopi dari Puslitkoka.
Semangat Orang Asli Papua yang kini mulai melirik kembali pada tanaman kopi yang bisa menjanjikan, langsung disambut dengan program yang agresif dari Bupati Paniai saat ini, Meki Nawipa.

Bupati yang juga seorang pilot ini, tak tanggung-tanggung bahkan untuk mau turun bekerja di kebun-kebun masyarakat.
“Petani kami memang sedang kerja all out di bawah,” ujar Meki Nawipa memberikan keterangan melalui percakapan di Whatsapp saat redaksi SintesaNews.com menghubunginya kemarin (3/7)
“Di paniai untuk tahun 2019 dan 2020 kami sudah tanam kopi lebih dari 200.000 pohon. Kami berfikir untuk menumbuhkan ekonomi rakyat. Kami masuk di dunia mereka. Kebanyakan masyarakat paniai itukan petani. Saya membuat Gerakan Tanam Kopi dan puji Tuhan masyarakat merespon cukup baik,” jelasnya.
“Memang jauh sebelum saya menjadi bupati saya sudah berfikir kopi menjadi komoditi unggulan di Kabupaten Paniai,” katanya.
“Saya akan kurangi berkantor di kantor bupati paniai namun saya akan habiskan banyak waktu bersama petani-petani di kebun kopi untuk mendukung pengembangan ekonomi rakyat,” ucap Meki Nawipa.
Dengan Gerakan Tanam Kopi, mempercepat kantor Bupati Paniai pindah di kebun-kebun kopi, kedelai, bawang putih dan bawang merah dan juga kebun ubi jalar, pada tahun 2021 nanti.
Program pengembangan pertanian ini dikakukan di 5 distrik yang akan dikonsentrasikan untuk tanaman kopi, 1 distrik untuk kedelai dan cabe, 1 distrik khusus tanam bawang putih dan bawang merah, dan 1 distrik tanam ubi jalar asli Paniai.
“Kalau ini jalan baik, saya pasti banyak waktu habis bersama petani-petani,” pungkas satu-satunya bupati yang menerbangkan pesawat sendiri membawa alat kesehatan di wilayah adat Mepago dalam upaya pencegahan virus corona.
Sekedar diketahui, Meki Nawipa adalah Orang Asli Papua yang profesi sebelumnya adalah pilot. Ia menempuh pendidikan di Deraya Flying School, Halim pada tahun 2000, dan memperoleh sertifikat Private Pilot Licence (PPL). Lalu ia melanjutkan sekolah penerbangan di Bible College of Victoria (BCV) di Melbourne, Australia. Sejak 2008, Meki Nawipa memulai penerbangan di Papua yang melayani daerah-daerah terpencil dengan penduduk yang tersebar di Bumi Cenderawasih.