Penulis: Erri Subakti
Selalu eling dan nyebut, adalah peringatan yang tak bosan disampaikan kepada para penyadap selagi mereka bekerja di ketinggian pohon kelapa. Darsa pun tak pernah melupakan azimat ini. Seperti semua para penyadap, Darsa tahu apa akibat kelalaian yang dilakukan dalam pekerjaannya. Terjatuh dari ketinggian pohon kelapa adalah derita yang sangat niscaya dan dalam musibah demikian hanya sedikit penyadap yang bisa bertahan hidup. Maka Darsa tahu bahwa ia harus tetap berada dalam kesadaran tinggi tentang di mana ia sedang berada dan apa yang sedang dilakukannya serta keadaan apa yang berada di sekelilingnya. Ia harus eling. Untuk mengundang dan menjaga taraf kesadaran seperti itu diajarkan turun temurun kepada para penyadap; nyebut, ucapkan dengan lidah dan hati bahwa pekerjaanmu dilakukan atas nama Yang Mahaselamat.”
(Ahmad Tohari, “Bekisar Merah, Gramedia Pustaka Utama, 2013)
Sebuah kutipan dari buku karya Ahmad Tohari di atas relevan dengan semua pekerjaan apapun. Tak hanya bagi para penyadap kelapa untuk dibuat menjadi gula aren. Tapi juga dalam karir atau pun bisnis, bahkan jabatan politik, hingga presiden sekalipun. Manusia tetap harus dalam kesadaran dan eling. Karena dalam posisi ketinggian jabatan manusia sering keenakan hingga lupa diri bahwa ia mencapai posisi tinggi bukan karena usahanya sendiri.
Kalau kita lihat sepak terjang orang paling tinggi posisinya di negeri ini seakan seperti tidak eling dan semakin seenaknya sendiri dalam “bekerja”. Aturan pun bisa diubah sakarepe dewek. Orang-orang di sekelilingnya yang punya kuasa juga tunduk padanya. Menjilat habis untuk membersihkan semua kotorannya.
Dia semakin lupa diri bahwa ada masanya ia harus turun dengan selamat. Bukan terus menantang hukum alam. Karena sejatinya alam punya caranya sendiri untuk menyeimbangkan kembali kerusakan yang telah dibuat oleh manusia-manusia yang lupa diri. Semuanya hanya soal waktu.
Apakah dengan tanpa kesadaran dan eling ia akan jatuh terjerembab, menyakitkan dan pedih, atau masih diberikan keselamatan.