Penulis: Erri Subhakti
PDIP gelar hajatan di Semarang. Ibukota Jawa Tengah dimana Ganjar Pranowo sebagai tuan rumahnya. Sayangnya dia tak diundang. Dalam rundown yang tersebar anehnya tertulis “kecuali Ganjar Pranowo” tak boleh datang.
Ganjar terlalu ambisi jadi presiden kata mereka. Ganjar diganjal untuk tampil ke permukaan. Apakah seserius itu PDIP melakukan penekanan kepada Ganjar?
Bisa iya, bisa tidak.
Mungkin tekanan itu hanya ujian bagi Ganjar dari internal PDIP. Bagaimana sosok yang elektabilitasnya makin moncer dalam survei-survei capres, menghadapi tekanan internal partai, langsung dari pucuk pimpinannya.
Jika melawan, Ganjar kurang ajar. Maka Puan tak perlu dilawan. Gampang, cukup sowan saja.
Apa sih prestasi Ganjar untuk bisa naik ke pentas nasional?
Mungkin belum ada yang fenomenal.
Apalagi PDIP telah melahirkan sosok Jokowi yang legacynya sulit disaingi oleh pemimpin politik manapun di Indonesia.
Nama Ganjar masih tersendat-sendat di publik, belum melesat.
Maka tekanan terhadap Ganjar adalah salah satu “jalan” melesatkan popularitasnya dan mengundang simpati publik.
Apa benar Puan juga berambisi jadi presiden?
Ah…, yang boneng aja…. Mungkin Puan juga tak bermusuhan dengan Ganjar. Budaya politik di PDIP sangat gayeng, meski persaingan kadang tajam, namun sebagaimana partai kerakyatan, ujung-ujungnya pasti peluk-pelukan lagi, salam-salaman lagi.
Ini khas budaya nusantara. Tiap daerah budaya lokalnya sering keras dan tajam di akar rumput. Lontaran-lontaran kata-kata pedas dan tajam sering akhirnya makian menjadi “sapaan” yang menunjukkan keakraban. “Su! CUK! Njir! Anying!” dll. sering diucapkan justru di antara kawan-kawan akrab.
Jadi tak perlu mengira akan ada konflik internal di PDIP antara Ganjar vs Puan. Apalagi melihat kedekatan Ganjar dengan Megawati. Tak mungkin Ganjar dan Puan berselisih.
Gerbong Puan tentu kepingin Puan bisa jadi presiden. Siapa yang gak mau. Tapi nama Puan sulit menyalip di antara nama-nama lain dalam survei-survei capres.
Mungkin hari ini, besok atau lusa, ada berita mengejutkan lain soal Ganjar-Puan. Kita nikmati saja ini sebagai hiburan.
Daripada senep lihat tingkah gubernur rasa presiden Yaman.
Di sisi lain nama Jokowi juga sudah mulai pudar dari kehebohan media. “Pulung” di atas kepala Jokowi nampaknya mulai bergeser. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan secara ilmiah, tapi nyata, yang membuat Jokowi menjadi media darling sebelumnya, yang membuat Jokowi disayang rakyatnya.
Apakah pulung itu mulai beredar di atas kepala Ganjar?
Entahlah. Ini cuma ocehan akibat nikotin dan cafein di pagi hari.
Saya cuma tau lapis legit yang enak itu pakai wisman. Ada yang mau pesan?