Ganti Pemain di Musim Pancaroba

Penulis: Dahono Prasetyo

Dalam sebuah pergantian rezim selalu dibarengi estafet kekuasaan sumber-sumber ekonomi strategi yang menjadi lumbung logistik. Salah satunya Pertamina menjadi mesin ATM di setiap rezim yang sudah menjadi rahasia umum.

Dan pemerintah meng-amininya

-Iklan-

Di awal periode Jokowi salah satu modus “percetakan uang” dibubarkan. Petral yang berjaya pada 2 periode SBY dibubarkan, atau lebih tepat berganti modus lain.

Permainan sama, hanya ganti pemain

Begitupula yang terjadi pada BUMN basah di era Prabowo kali ini. Salah satu modus oplos BBM di era Jokowi gantian dibongkar.

Berbeda dengan pembubaran Petral yang hanya merubah alur mafia BBM, namun tidak menghukum apalagi menangkap pelaku dan otak kebijakannya. Kali ini lebih sadis karena pelakunya dicyduk dengan pengumuman angka-angka kerugian serta hedonis para tersangkanya.

Pertamina menduduki klasemen teratas liga korupsi sudah selayaknya.

BBM oplosan masih belum seberapa korup. Jual minyak mentah murah lalu impor BBM siap pakai, itu skema kebijakan abadi tiap rezim. Kilang minyak dalam negeri yang tidak pernah cukup memproses minyak mentah selalu menjadi alasan mengapa harus impor BBM.

Kilang minyak yang ada sengaja tidak diizinkan bertambah, karena akan menganggu omzet impor. Subsidi BBM tahun 2024 “hanya” Rp 21,6 triliun/tahun. Sementara data kebutuhan BBM kita mencapai 1,4 juta barel/hari. Dengan catatan sekitar 600.000 barel/hari diperoleh dari impor. Jumlah kocek yang harus dikeluarkan untuk impor mencapai Rp 396 triliun/tahun.

Angka-angka di atas menunjukkan omzet perputaran uang besar dan cepat yang selalu mudah “dimanipulasi” oleh pihak yang sedang berkuasa. Hingga akhirnya menjadi pejabat atau sosok di lingkaran oligarki Pertamina adalah persoalan kepandaian berkelit.

Setiap pergantian rezim mesti siap dikorbankan untuk melanjutkan praktik kongkalikong dengan pelaku baru.

Pertanyaan selanjutnya: Apakah bongkar dan bersih-bersih Pertamina akan mengubah mesin ATM menjadi mesin devisa?

Jawabannya tidak.

Pertamina dibuat sebagai BUMN untuk menghidupi para elit. Dalam setiap liter BBM yang dibayarkan konsumen, sepertiganya untuk memperkaya golongan yang memang sudah kaya sejak masuk dalam lingkar kekuasaan.

Baru satu Pertamina, masih banyak tata kelola SDA lain yang tak kalah amburadulnya.

UUD yang menyebut: Bumi air udara dan seisinya dikuasai oleh negara –memang sudah benar. Kalau untuk dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat, ya nanti dulu.

Naiklah kelas dari rakyat menjadi elit dulu, baru bisa merasakan sejahtera. Jadilah kaum borjuis jangan jadi proletar jika mau makmur. Tindaslah para proletar untuk mengurangi persaingan menjadi borjuis baru.

Otak dan mulut menolak teori Das Kapitas Karl Mark, tapi tangan kaki sudah melaksanakannya.

@Dahono Prasetyo

Baca juga:

Akal-akalan Subsidi Minyak Goreng

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here