Penulis: Wahyu Aji
Nama pena-ku Wahyu Aji. Kerjaanku sehari-hari ngarit, cari rumput untuk umpan sapi, aku nggak sekolah tinggi, seperti orang-orang yang berdasi.
Di sela kesibukanku ngurusi peliharaanku sehari-hari, hatiku kok terketuk dan gelisah liat postingan-postingan di grup-grup WA akhir-akhir ini.
Aku ini anaknya orang NU, setahuku NU itu kumpulan para Ulama orang-orang suci, panutan dan tempat masyarakat mencurahkan segala sesuatu terkait kehidupan dan persoalan sehari-hari, mulai dari soal urusan lahiran bayi sampai orang mati, pokoknya bagi masyarakat semua persoalan ya, datangnya ke kiyai, pasti bakal selesai.
Sampai tibalah suatu hari, membaca berita dan postingan mengusik dan membuatku gundah hati.
Aku tak terlalu paham apa yang sebetulnya terjadi, tapi yang aku baca ini soal konferensi. Konferensi itu katanya soal suksesi, suksesi itu katanya kalo kepemimpinan organisasi sudah habis masanya harus diganti.
Pengurus lama sudah selesai, pengganti belum didapat akhirnya dikoreksi dengan pengurus sementara, apa istilahnya itu caretaker untuk melaksanakan konferensi.
Konferensi digelar nggak membuahkan hasil yang dikehendaki, di-skors entah sampai kapan waktunya nggak dibatasi.
Coba kucari-cari apa pasal sampai terjadi begini. Oh, rupanya ada calon yang ditolak tetapi memkasakan diri, tidak diterima oleh para kiyai tetapi tetap ngotot segala cara demi niat terpenuhi.
Duduk sendiri di malam hari rokok kuhisap ditemani kopi, coba ku skrol postingan-postingan WA cari-cari informasi. Oh rupanya selain soal ideologi, calon ini ditolak karena ada bau-bau korupsi.
Nggak tanggung-tanggung dia ini rektor perguruan tinggi bergengsi, Institut Agama Islam Negeri. Mahasiwanya dari sana-sini, yang masih aktif bejibun, pun lagi yang sudah jadi alumni.
Kabarnya sudah dipanggil jaksa dari kejaksaan negeri. Dugaan awal sudah di selidiki, tapi apa hasil dan perkembangannya jaksa masih bungkam, entah apalagi yang ditunggu dan dicari.
Terus tetiba seorang sahabatku datang menghampiri, duduk di depanku, sahabatku ini bercerita begini: “Ada seorang yang tak mau disebut namanya pernah cerita soal ini, jaksa diam itu karena selain ada saweran upeti, juga karena rektor ini punya orang dalam di jakarta yang membekingi”.
Benar atau tidak cerita ini, entahlah mana aku tau otakku nggak sampai, mikirin hal-hal begini. Orang kecil kayak aku ini, taunya ya, cari rumput untuk umpan sapi.
Terus anehnya lagi, mahasiswa perguruan tinggi ini, juga bungkam seperti ada sesuatu yang dilindungi. Katanya sih mahasiswa itu agen perubahan negeri, punya tanggung jawab moral menjaga negara dari penyakit korupsi, tapi kok mereka diam. Ah, hati hanya bertanya, ada apa sebenarnya ini…?
Mungkin sudah jamannya mahasiswa mandul karena sibuk ngumpul dan main game di warung kopi sambil cari kouta gratis pake wi-fi.
Entahlah otakku nggak ngerti, mau diterus-terusin malah jadi suudhon nanti. Nggak usah dipikiri hanya merusak hati, kata sahabatku ini, yang di kampung kadang di panggil ustadz kadang juga dipanggil kiyai.
Terus sahabatku ini malah bilang begini: “Sudahlah kita mikir tugas kita aja. Kamu ngurus sapi aku ngajar ngaji, ngurus masyarakat dan ngurusi santri, hehe,” kata dia sambil nepuk bahuku dan melangkah pergi.
Akupun akhirnya letakkan HP dan beranjak dari tempatku ngobrol sama dia ini. Tapi baru satu langkah dia balik lagi sambil mendekati ku dia berbisik di telinga: “Kamu tau nggak orang ini, si rektor ini bukan orang sembarangan, mau diapa-apakan dia tetap sulit dicegah karena banyak tokoh yang ngotot ndukung dia jadi ketua di konferensi, ada ketua partai, bendahara partai, ketua dewan sampai para bupati, dia juga punya orang yang aktif berkeliling towaf ke sana ke mari, meminta dukungan merebut simpati, orang-orang mendukung ada yang karena ditakut-takuti, ada juga yang tergiur karena apa yang dia iming-imingi, udahlah pulang saja sana, kamu ketahuan ikut usil malah diancam nanti. Bagusan kamu ngurus peliharaanmu dan ngurus anak bini, yang begitu udah ada yang tugasnya mikiri.”
Dibilang begitu aku jadi merinding setengah heran, hiii, ada apa ini kok jadi begini. NU organisasinya para Kiyai kok dibuat begini. Kayaknya NU Kalbar sedang tidak baik-baik saja ini. Tapi sudahlah, katanya NU selalu dijaga para wali, pulang sajalah aku ini, biar para wali yang turun tangan yang begini ini. Hiii merinding.
Ada Rektor diduga Korupsi Dipanggil Jaksa, Jaksanya Bungkam seribu Bahasa, Tokoh Politik ngotot mendukungnya jadi Ketua, Mahasiswanya Juga diam saja. Para Ulama Resah Gelisah tiada tara, belum lagi soal ancaman paham yang bertentangan dengan aswaja. Sebenarnya ada apa dengan mereka. Oh ternyata Kalbar sedang berduka….
Ditulis di sudut malam suatu dini hari, ditemani rembulan yang malu menampakkan diri. Dia seperti setengah hati antara mau bersinar terang atau menyembunyikan diri, karena awan cukup tebal menutupi.
Penulis adalah penggembala sapi yang dari dulu sampai sekarang gak punya prestasi apa-apa kecuali di mana pun berada dan apapun keadaannya nggak pernah merasakan yang namanya susah hati.
Tabik.