SintesaNews.com – Dari Tugu Reformasi di Kampus Trisakti Grogol Jakarta, civitas akademika dari universitas reformasi bersuara sore hari tadi, 9/2.
Kepresidenan Mahasiswa Universitas Trisakti mencermati rangkaian proses politik pemilu 2024 telah terjadi anomali dan mengakibatkan tergerusnya situasi demokrasi yang ada.
Dalam kesempatan itu, Dr. Irene Mariane SH.CN.MHum, menyampaikan orasinya, “… dalam waktu kurang lebih 6 bulan terakhir, semua rakyat Indonesia dipertontonkan, disuguhkan sebuah drama politik, yang jauh dari nilai-nilai demokratis yang dianut oleh bangsa ini, sebagaimana yang diamanatkan oleh para founding fathers kita.”
“Akibatnya, beberapa hari belakangan ini, muncul berbagai aksi yang digulirkan oleh kalangan civitas akademika berbagai perguruan tinggi, sekolah tinggi, institut dan lain sebagainya, sebagai bentuk sikap politik moral. Sejumlah Rektor, Guru Besar, Dosen, Mahasiswa, yang tercatat tidak kurang dari 50 institusi yang memberikan suaranya, pendapatnya,” paparnya.
Ia mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja, atau dengan kata lain dapat dikatakan dalam kondisi darurat.
“Kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara. Kondisi ini kian diperburuk dengan pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Joko Widodo,” tambahnya.
Dimulai dengan intervensi penguasa terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), ketidaknetralan penyelenggara pemilu, dan tidak independennya pejabat publik dari tingkat kementerian hingga kepala desa, menjadi pemandangan ironis dalam tatanan demokrasi. Pernyataan kontradiktif Presiden Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi.
Turunnya kampus-kampus sebagai bukti, sivitas akademika punya sinyal batin yang sama. Ini adalah respons sebagai bentuk keprihatinan, ingin menyatakan sikap idealisme, menyatakan sikap moral bahwa bangsa kita sedang dilanda krisis institusional dalam proses transisi demokrasi.
Oleh karena itu, civitas akademika universitas Trisakti sebagai kampus reformasi, merasa perlu untuk ikut bersuara, menyampaikan aspirasi, pemikiran, dan solusi bagi persoalan bangsa dalam situasi bahwa sikap para guru besar, para dosen, karyawan dan mahasiswa pada hari ini berlandaskan
pada gerakan politik moral, bukan pada kekuasaan politik partisan. Yang dikritik adalah tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden, tindakan sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini yang dinilai menyimpang dari prinsip-prinsip moral, demokrasi, kerakyatan, serta keadilan sosial; jadi bukan kritikan untuk paslon tertentu. Oleh karenanya, jangan ada pihak-pihak tertentu yang merasa terzalimi, playing victim, apalagi baper ketika ada kelompok kampus mengkritik pemerintah.
“Kami ingatkan kepada presiden untuk berhenti cawe-cawe politik, untuk berhenti melakukan intervensi politik. Kembalilah Presiden Jokowi, kembali untuk melaksanakan aturan kenegaraan dengan rule of law dan konstitusi. Kami menuntutagar semua ASN, pejabat pemerintah, TNI, Polri bebas dari paksaan untuk memenangkan salah satu paslon (pasangan calon) tertentu.”
“Kami mengajak seluruh masyarakat aktif dalam Pemilu 2024 dengan memilih calon yang berdasarkan kesadaran dan keyakinan, bukan atas dasar politik uang atau intimidasi. Kami mendesak penegakan hukum untuk kasus-kasus pelanggaran yang terjadi selama penyelenggaraan Pemilu 2024 untuk segera ditindaklanjuti demi terciptanya pemilu yang berintegritas dan pulihnya kepercayaan publik kepada pemerintah,” pungkasnya.
[…] Kampus Reformasi Trisakti Bersuara: Presiden Stop Gunakan Kekuasaan untuk Kepentingan Golongan…… […]
[…] Kampus Reformasi Trisakti Bersuara: Presiden Stop Gunakan Kekuasaan untuk Kepentingan Golongan…… […]