SintesaNews.com – EDITORIAL
Karena membongkar kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa tahunanggaran 2013 di Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), karir Togap Marpaung di lembaga itu dihabisi.
PNS yang adalah abdi negara itu dipaksa pensiun. Kini Togap berharap besar kepada Kapolri agar jajarannya segera menuntaskan kasus korupsi dan rekaman video uji kompetensi yang dikurangi secara sengaja terkait penjegalan karir yang diadukannya. Juga dalam kesempatan ini dia memohon Presiden untuk memberi atensi perlindungan hukum bagi pelapor korupsi (whistleblower) sesuai aturan.
Mantan Pengawas Radiasi Madya di Bapeten itu, terbukti sudah menyelamatkan uang negara, sebagian kerugian keuangan negara sudah dikembalikan sekitar Rp1,8 miliar dari pengadaan barang paket 1, 2, 3, 4 dan 5. Masih ada lagi pengadaan barang dan jasa, paket 6 dan 7.
Saat itu Togap dan dua orang temannya melaporkan dugaan korupsi ke Bareskrim Polri, tanggal 16 September 2014 setelah ditolak KPK dan berkasnya dilimpahkan ke Polda Metro Jaya pada tanggal 31 Juli 2015.
Meski sudah dinyatakan naik ke penyidikan, paket 4 dan 5, dan ada kerugian negara, kini kasus itu mandek tanpa satu pun tersangka ditetapkan polisi. Gelar perkara dengan wassidik dan propam sudah dijanjikan oleh Kasubdit 5 Korupsi Dit. Reskrimsus Polda Metro Jaya akan dilaksanakan bulan September 2021 di Bareskrim Polri.
Belum sempat bernafas jadi saksi dari kasus itu, karir Togap di Bapeten dihabisi. Ia dijegal untuk naik pangkat dari Pengawas Radiasi Madya menjadi Pengawas Radiasi Utama dengan cara sadis. “Uji kompetensi fungsional pengawas radiasi 4 kali tidak lulus dalam 4 tahun. Ada 4 persyaratan lain sudah dipenuhi, uji kompetensi tidak lazim tidak lulus lebih dari 2 kali. Perbuatan jahat, zholim!!!” kata Togap.
Akibatnya, Togap harus pensiun di usia 60 tahun. Padahal, apabila lulus uji kompetensi ia bisa naik ke pangkat utama sehingga batas usia pensiun menjadi 65 tahun, tepatnya pada tanggal 1 Juli 2023 tahun depan.
Menurut Togap, ketua Tim Penguji dan penasehat hukumnya menolak dengan segala cara untuk memberikan video uji kompetensi saat ia memintanya, sejak dinyatakan tidk lulus akhir Maret 2018.
Bantuan koleganya dari Lembaga Hukum ILUNI Universitas Indonesia untuk upaya mediasi pun gagal.
Kemudian ia gugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), putusan adalah Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) dan majelis hakim menolak permohonannya agar video ditonton, Togap pun sangat kecewa kepada Majelis Hakim sesuai penuturannya.
Perjuangan lanjut, mengadu ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), upaya gagal lagi. Saking jengkelnya, ia bikin laporan polisi dalil “pemalsuan” di Polda Metro Jaya dan berkasnya dilimpahkan ke Polres Metro Jakarta Pusat. Penyelidikan dihentikan meskipun lebih dari satu tahun prosesnya dan yang membuat Togap sangat kecewa lagi adalah rekaman video yang disita polisi tidak mau dijadikan sebagai bukti pembanding agar dapat dipastikan bahwa satu orang penguji adalah palsu karena tugasnya moderator sebagaimana pada saat uji kompetensi sebelumnya. Ia pun memohon supaya rekaman ditonton pada saat gelar perkara, tetapi penyelidik menolak dengan arogannya, alasannya hanya ada CCTV. Bohong!
Langkah terakhir untuk mendapatkan video uji kompetensi, Togap majulah ke Komisi Informasi Publik (KIP) dengan mengajukan sengketa informasi sesuai peraturan perundang-undangan Keterbukaan Informasi Publik.
Dari youtube yang dibagikan Togap kepada grup WA Gerakan Anti KKN-Alumni Universitas Indonesia (GA-KKN-AUI) dapat dicermati luar biasa hebatnya Komisioner Majelis KIP mematahkan argumen penasehat hukum Termohon, Indra Gunawan yang bertahan supaya rekaman video tidak diberikan. Dengan wajah nampak lesu, Indra sepakat, “Video dan bukti setor kerugian negara adalah jenis informasi terbuka”. Sidang kedua sengketa informasi diputuskan video uji kompetensi adalah informasi publik jenis terbuka sehingga disepakati penyelesaian sengketa adalah mediasi.
Togap menambahakan, dalam surat Termohon kepada KIP terkait kesepakatan pun tidak ada dijelaskan akan menyerahkan rekaman video uji kompetensi kepada Pemohon. Padahal, Majelis Komisioner sudah menyatakan dengan tegas, “Rekaman video uji kompetensi menjadi hak Pemohon supaya diberikan”. Malah video tersebut menjadi milik publik karena sifatnya informasi terbuka, bukan rahasia atau dikecualikan.
Rupanya ada dua sengketa informasi ke KIP, yakni rekaman video uji kompetensi dan bukti setor kerugian negara. Karena sudah diperoleh bukti setor kerugian negara dari BPK RI sehingga tidak diminta lagi karena percuma, penasehat hukum selalu mengelak dan mengelak hingga dia ditegur salah seorang anggota Majelis Komisioner, kata Togap.
Sesuai kesepakatan, sidang mediasi pertama pada tanggal 8 Juli 2020, penasehat hukum Termohon berganti menjadi Abdul Qohhar dan mediator sidang tertutup adalah Hendra J. Kede yang adalah Wakil Ketua KIP.
Dalam sidang mediasi, Mediator sangat tegas mengingatkan tidak boleh “mengurangi substansi video uji kompetensi”. Malah dengan menceritakan pengalamannya bagaimana pengalaman Mediator ini ketika bekerja sebagai Manager HRD suatu production house yang tugasnya mengedit file video. Kepada Qohhar disampaikan supaya “Jangan sampai melanggar hukum jika video dipotong ada bagian dari Pak Marpaung,” dan “status hukum rekaman video yang diberikan dalam link, flash disk atau CD adalah sama dengan aslinya asalkan sudah disahkan penyerahannya dari Termohon kepada Pemohon”.
Togap sangat kecewa karena lagi-lagi pihak BAPETEN melakukan niat jahat dengan cara rekaman link video dikurangi secara sengaja. Memotong bagian yang sangat penting terkait dengan nilai kejujuran berapa jumlah penguji yang sebenarnya tiga atau empat menjadi tidak dapat dilihat. Pengakuan Togap, tidak lulus uji kompetensi keempat dalam empat tahun pada tanggal 19 Maret 2018 karena penguji menjadi empat orang dan nilai yang diberikan untuk empat kuadran sangat jelek. Penguji palsu ini tidak bertanya, kewajiban tidak dilaksanakan sesuai Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 10 Tahun 2016. Semakin lebih parah lagi, salah seorang penguji, Amil Mardha tidak memenuhi persyaratan sesuai aturan tersebut. Togap sudah buat surat keberatan kepada Kepala BAPETEN tetapi tidak ada tanggapan. Arogan!!!
Bukti bahwa tiga orang penguji diperoleh dari pihak BAPETEN sendiri, mengakui tetapi membantah. Juga ada keterangan saksi di atas sumpah yang menyatakan tiga orang penguji pada saat sidang gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tahun 2018. Tidak hanya dua hal alat bukti tersebut tetapi juga ada satu lagi surat keterangan di atas materai enam ribu rupiah dari saksi fakta selaku seorang penguji menyatakan tiga orang penguji.
Langkah mencari keadilan tidak pernah surut, Togap tidak patah semangat, ia pun melaporkan perbuatan melawan hukum dalil “link video uji kompetensi yang adalah informasi jenis terbuka milik sendiri dan dikurangi dengan sengaja” Pasal 32 UU Nomor 19 Tahun 2016 ke Dumas Polda Metro Jaya pada tanggal 2 November 2020. Berkasnya sedang tahap penyelidikan di Subdit 3, Sumdaling Dit. Reskrimsus.
Penyelidikan menjadi lambat karena pemanggilan dua orang saksi terganggu jadwalnya karena alasan covid-19.
Kini Togap cemas perjuangannya menyelamatkan uang negara malah berujung penzaliman terhadap karirnya.
Harusnya ada atensi Bapak Presiden untuk menelaah permohonan perlindungan hukum yang diajukan Togap Marpaung sebagai whistleblower yang diatur dalam Whistleblowing System karena Pimpinan BAPETEN tidak melaksanakan aturan.
Sekitar satu setengah tahun lagi masih ada kesempatan aktif kerja lagi bila Presiden atensi, sesuai aturan, tidak intervensi, pasti bisa!!!. Usia Togap genap 65 tahun pada tanggal 18 Juni 2023, yang artinya ia memang pensiun tanggal 1 Juli 2023.
“Bapak Kapolri tolong saya supaya jajarannya bekerja mewujudkan Presisi Polri yang diusung Bapak,” harap Togap. Presisi: prediktif, responsiblitas, transparansi dan berkeadilan (red).
Kasus tipikor sudah naik ke penyidikan sejak 19 Maret 2020 tetapi tak kunjung menetapkan tersangka.
Baca juga:
Togap Marpaung: Berjuang 8 Tahun, Whistleblower Togap Tagih Janji Polri untuk Gelar Perkara