Penulis: Nurul Azizah
Tulisan ini muncul ketika ada seorang teman yang posting sikap PKS yang meminta aturan pencairan JHT dikaji ulang. Ketua bidang Kesra FPKS DPR RI, Netty Prasetiyani, mengatakan aturan baru Kemenaker mengenai Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan di usia 56 tahun telah mencederai kemanusiaan.
Menurut teman, ada benarnya apa yang dipikirkan PKS. Terutama bagi karyawan yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Tentunya berbagai pendapat secara beragam muncul. Karena pendapat ini berada di group WhatsApp yang pro NU dan NKRI, ya pada teriaklah.
Saya juga tidak setuju sikap PKS, yang selalu bertolak belakang dengan sikap yang diambil pemerintah.
Baru-baru ini Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengeluarkan aturan baru tentang JHT, aturan tersebut mengatakan jaminan baru bisa dicairkan saat peserta berusia 56 tahun.
Peraturan ini tertulis dalam peraturan Menaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, yang telah disahkan pada tanggal 2 Februari 2022. Pada peraturan baru ini merujuk pada Peraturan Menteri Nomor 19 tahun 2015, dimana peraturan tersebut tidak menjelaskan secara rinci terkait usia pensiun peserta JHT.
Manfaat peraturan tersebut bisa dirasakan oleh peserta ketika sudah memasuki usia pensiun, dengan menerima uang tunai.
Berikut kriteria peserta JHT dengan aturan baru yang telah ditetapkan :
1. Peserta jika mencapai usia pensiun.
2. Peserta mengalami cacat total tetap.
3. Peserta meninggal dunia, hingga
4. Peserta meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Peraturan Menaker Nomor 2 tahun 2022 ini telah mengganti Peraturan Menaker nomor 19 Tahun 2015, yang tentunya menurut pemerintah perlu disesuaikan dengan kondisi peserta JHT pada zaman serba tehnologi ini.
Menurut saya, kita berprasangka baik saja kepada pemerintah. Peraturan lama ketika peserta JHT kena PHK maka uang jaminan hari tuanya bisa dicairkan tanpa harus menunggu usia 56 tahun.
Itu ada benarnya juga, kita juga berfikir dari sudut pandang lain. Kalau ada peserta JHT kena PHK, setidaknya masih punya deposit yang bisa diambil pada usia 56 tahun.
Dengan asumsi kalau uang JHT diberikan saat kena PHK, bisa jadi uang yang seharusnya digunakan pada saat usia tua (usia pensiun) malah sudah habis di usia produktif.
Berfikirlah yang cerdas dan jauh ke depan. Di negara-negara maju orang sudah berfikir dengan adanya tabungan, deposito atau asuransi yang diupayakan atau dibayar pada saat usia produktif yang nantinya akan diterima dan dinikmati pada usia pensiun. Usia yang sudah tidak lagi bekerja secara optimal.
Jadi pada usia pensiun kita tidak lagi bekerja keras untuk membiayai hidup kita, tapi uang pensiunlah yang akan bekerja membiayai hidup kita yang sudah tua.
Jadi menurut saya, peraturan baru tentang pemberian uang JHT ditegaskan pada usia 56 tahun, ini menitik beratkan esensi dari adanya program JHT.
Uang ini memang disiapkan untuk hari tua kita, bukan digunakan untuk hari ini dan hari-hari berikutnya saat kita masih produktif bagi peserta JHT yang kena PHK.
Memang sudah menjadi kebiasaan kita kalau kena PHK pengennya langsung dapat uang tunai dari program JHT. Sekarang kebiasaan itu akan diubah pada penekanan usia “tua” yaitu usia 56 tahun. Agar pada usia tua setidaknya kita masih punya tabungan. Siapa lagi kalau tidak diri sendiri yang merencanakan biaya hidup di hari tua. Ya kalau nanti anak-anak pintar pada orang tua. Kalau anak-anak sudah sibuk sendiri dengan biaya untuk keluarganya. Paling tidak kita-kita nanti yang usia 56 tahun ke atas sudah tenang untuk memasuki hidup dihari tua tanpa harus merepotkan anak-anak dan keluarga yang lain. Berfikir positif saja terhadap peraturan yang dibuat pemerintah.
Kalau dari PKS menganggap peraturan Menaker yang baru itu mencederai kemanusian, cobalah dikaji ulang.
Apalagi PKS meminta pemerintah segera mengkaji ulang serta mencabut aturan yang tertuang dalam Peraturan Menaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT. Hal ini disampaikan oleh Netty Prasetiyani anggota Komisi IX DPR RI dari Praksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
PKS bolehlah mengusik peraturan tersebut, memang selama ini PKS menjadi partai oposisi pemerintah.
Tapi yang perlu diingat terutama oleh warga nahdliyyin yang pro NKRI, sikap warga NU terhadap PKS, prinsipnya apapun yang datang dari PKS jangan percaya.
Pegangan warga Nahdliyyin dalam hal pilihan politik:
Dawuh Habibana Lutfhi bin Yahya, dimana ada mereka (PKS), maka ambillah jalan seberangnya.
Pegang baik-baik dawuh beliau, panduan kita dalam mencari kebenaran terkait situasi kebangsaan dan politik:
“Jika kita ingin mengetahui kebenaran itu ada di mana ? Maka lihatlah PKS ada di mana, kebenaran itu pasti ada di seberangnya (berlawanan dengan PKS).”
Maka saya sebagai pegiat NU dan NKRI tentunya masih berpegang teguh pada apa yang didawuhake para kiai dan Habaib ulama-ulama NU, wabil khusus derek dawuhe Abah Habib Lutfhi bin Yahya Pekalongan.
Kita baik sangka kepada pemerintah, namanya juga Jaminan Hari Tua, titik konsentrasinya di kata “tua”, jaminan yang akan diberikan pada usia 56. Ya, kalau ada peserta yang di PHK sebelum usia 56 tahun, mereka masih punya tabungan atau deposito yang bisa diambil di usia tua.
Nurul Azizah penulis Kolom Bunga Rampai, penulis buku “Muslimat NU di Sarang Wahabi”. Minat, hubungi penulis atau SintesaNews.com 0858-1022-0132.