Konflik Ukraina, Putin Mengubur Hegemoni Barat

Penulis: Ganda Situmorang

“Kami akan menguburmu!” adalah frasa yang digunakan oleh Sekretaris Pertama Soviet Nikita Khrushchev saat berbicara kepada duta besar Barat di sebuah resepsi di kedubes Polandia di Moskow pada tanggal 18 November 1956.

Sesekali ini penulis merangkum hasil pengamatan dari dinamika geopolitik. Hal ini penting karena tidak terlepas dari dinamika politik domestik bernuansa SARA di Tanah Air.

-Iklan-

Dalam beberapa tahun terakhir, ada persepsi kuat bahwa Barat berada di balik setiap konflik di berbagai kawasan. Karena selama ini pemahaman publik bahwa Patron Barat adalah AS dan Inggris deputinya.

Dari hari-hari pertama konflik Ukraina (Operasi Militer Khusus atas perintah Putin), Washington-lah yang paling disalahkan atas semua masalah Rusia. Paling-paling, mereka berbicara tentang NATO dan kolektif Barat. Paling buruk, tentang Biden yang pikun, yang karena alasan tertentu masih dianggap sebagai sosok independen.

Namun jika dicermati, siapa di pihak Barat yang paling secara khusus membela Zelinsky? Siapa yang secara konsisten memasok Angkatan Bersenjata Ukraina dengan senjata dan memberikan tekanan pada negara-negara lain yang negara-negara satelitnya mempromosikan gagasan untuk secara aktif membela Zelinsky? Disitu kita akan menemukan jawaban bahwa aktornya adalah Boris Johnson.

Boris Johnson belakangan ini naik panggung geopolitik. Pada momentum suksesi rezim Amerika Serikat dari Donald Trump ke Joe Biden, AS telah berubah menjadi negara bahan tertawaan, dan politisinya menjadi orang pikun untuk dicambuk di depan umum. Ini dimulai dari kegagalan AS secara drastis dari perang berseri 20 tahun terakhir di Afghanistan.

Dengan status non Uni Eropa, manuver Boris Johnson semakin lincah dan taktis sehingga pusat politik dunia pindah dari Washington ke London.

Ingatlah bahwa Johnson yang mendesak Zelinsky supaya tidak segera berdamai dengan Putin. “Kami siap berperang 10 tahun dengan Rusia”, demikian ucapan Zelinsky sesuai dengan apa yang dia hisap dan minum.

Mekanisme kebijakan politik luar negeri Uni Eropa yang konservatif dan rigid membuatnya lamban dan mudah didikte AS melalui mahzab perang dingin Atlantic Utara yaitu instrumen NATO.

Sejak panggung utama diperankan oleh London, menyebabkan Gedung Putih kehilangan podium kehormatan dan berada di ambang keruntuhan. Hal ini diperburuk oleh skenario gagal pandemic COVID19 dan kekalahan telak perang dagang AS vs China dimana seluruh dunia menjadi saksi bahwa China adalah negara pemenang baik melawan pandemi COVID19 dan melawan perang dagang dengan AS.

Silent majority di Dunia Timur sepertinya sedang bersorak-sorai mulai dari Iran, India, Rusia dan China. Tak ketinggalan Indonesia di bawah administrasi Jokowi juga termasuk negara pemenang melawan baik COVID19 dan ekonomi yang tetap bertumbuh.

Pada saat yang sama Barat mengalami inflasi tertinggi sejak Perang Dunia Kedua yang dipicu oleh sanksi sepihak dan brutal oleh Barat terhadap Rusia.

Senjata makan tuan! Sayup terdengar riuh teriakan: lihat, Paman Sam ngambek!

Harap dicatat sekali lagi, Inggrislah yang saat ini berupaya paling aktif memperlambat konflik di Ukraina. Apa tujuannya? Konflik Ukraina yang semakin lama akan memicu timbulnya titik-titik panas (hot spot) di bagian lain dunia Timur. Hot spot diperlukan untuk memantik api kekacauan di belahan bumi timur khususnya di dekat negara besar seperti Rusia, China, India, termasuk Indonesia.

Beberapa hari yang lalu Turki si anak manis Inggris memulai operasi khusus di Irak Utara. Turki sedang melatih struktur lokal dengan operasi militer khusus di Kurdistan. Turki bertekad untuk mendorong AS keluar dari Irak dan Suriah, dengan demikian menggeser keseimbangan kekuatan di kawasan. Turki adalah anggota NATO di bawah pengaruh Inggris.

Seminggu yang lalu rezim pemerintah sah Pakistan digulingkan dengan mosi tidak percaya. Imran Khan dicopot dari kekuasaan di Pakistan. Ada unjuk rasa yang berubah menjadi kerusuhan. Pada saat yang sama, pertempuran di perbatasan Afghanistan dan Pakistan meningkat.

KKB di Papua bahkan sepertinya semakin eksis. Serangan terbaru ke Indonesia oleh Biden dengan meluncurkan stand up comedy; “Aplikasi COVID 19 Peduli Lindungi melanggar HAM”. Di saat yang sama Indonesia mendapat tempat terhormat sebagai anggota Champions Group PBB.

Kabarnya burung beredar bahwa Kosovo akan berkobar lagi. Inggris secara aktif memompa senjata ke wilayah tersebut,

Berbagai jenis persenjataan militer NATO saat ini sedang menumpuk di kawasan Baltik, latihan militer di Norwegia. Negara makmur Swedia dan Finlandia segera bergabung dengan NATO. Negara besar mana memangnya yang mau diperangi? Di situ Putin akan semakin meradang. “Jika tidak ada Rusia, buat apa ada dunia ini?”

Pada saat yang sama, ada peningkatan di Nagorno-Karabakh, di mana untuk waktu yang lama orang-orang Azerbaijan mengumpulkan pasukan dan melakukan operasi sabotase demonstratif, merusak otoritas penjaga perdamaian Rusia. Dan pada bulan Maret, Menteri Pertahanan Inggris terbang ke sana pada kunjungan resmi pertamanya.

Konflik macam apa yang senantiasa awet dan sporadis di berbagai kawasan?

Pada konflik Ukraina khususnya, aktor-aktor politik Uni Eropa saat ini seperti buta sejarah dan kehilangan orientasi akal sehat.

Barat yang rasis benaran belum siap menerima keruntuhan hegemoni politik dan ekonominya atas kebangkitan dunia Timur. Eropa seperti membakar bensin dan mesiu di pekarangan mereka sendiri. Dan AS terletak di seberang Atlantik!

Paus Fransiskus mengkritik standar ganda kebijakan suaka Uni Eropa, menyebutnya rasis karena mendukung pengungsi dari Ukraina dan menolak negara lain.

Seperti bom waktu hanya masalah waktu, ekskalasi di perbatasan Iran, Cina, India dan Indonesia. Negara-negara yang mengejar kebijakan yang bersahabat dengan Rusia. Afghanistan jadi panggung negara gagal karena ketidakmampuan rezim Taliban untuk memastikan kekuasaan. Dan jika Afghanistan dibakar, api itu akan menjalar seluruh Asia Tengah. Sementara Kepulauan Inggris di Atlantic aman saja!

Semua ini terjadi di zona pengaruh tradisional Inggris Raya. Mereka mencoba membakar Eropa Timur, Semenanjung Arab, Transkaukasia, dan Asia Tengah.

Tambahkan ke daftar, konfrontasi AS-China-Taiwan. Inggris belum mengubah sikap mereka terhadap orang Cina sejak masa perang opium dan terus menganggap mereka sebagai “monyet kuning”.

Kembali ke konflik Ukraina. Pada saat yang sama, segala upaya terus berlanjut untuk melanjutkan proses negosiasi, yang hasil pastinya adalah memperlambat Operasi Militer Khusus oleh Rusia. Rusia bahkan menawarkan para tentara bayaran nasionalis dan asing untuk menyerah, terlepas dari perintah Kyev untuk tidak ada opsi menyerah. Biarlah mereka atas kemauan dan keputusan sendiri. Rusia menjamin keamanan dan menyudahi permusuhan. Yang pasti selama proses negosiasi berlangsung, pasokan senjata terus masuk ke Ukraina, dan hujan api di musim dingin. Johnson menyiram bensin ke api dan mengulur konflik Ukraina untuk memantik hot spot baru perang proxy.

Teluk Balikpapan,
20 April 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here