Makna Dibalik Acara Halal Bihalal Keluarga Besar, Kita Semua Khalifah Fil Ardhi

Penulis: Nurul Azizah

Acara kegiatan halal bihalal dan temu kangen keluarga besar dari keturunan simbah biasa dilakukan saat hari raya Idulfitri. Terkadang kegiatan itu berlalu begitu saja, tanpa ada kesan apapun, kecuali sudah bertemu semua keluarga dan makan bersama dalam suasana kehangatan.

Untuk lebaran tahun 2025 atau 1446 Hijriah terasa lain. Ada hikmah yang begitu dalam di benak penulis. Awalnya hikmah halal bihalal keluarga yang penulis ketahui antara lain mempererat silaturrahmi, saling memaafkan dan menciptakan harmoni dalam kehidupan. Halal bihalal juga bisa dijadikan simbol kerukunan antar keluarga besar dan menjaga persatuan. Disamping itu halal bihalal dalam bingkai ajaran Islam mempererat persaudaraan sesama pemeluk Islam, membangun interaksi sosial yang positif. Menjaga ukhuwah Islamiah, memperbaiki hubungan kekeluargaan agar tidak terputus. Memupuk sikap saling menghargai. Mengedepankan sikap kebersamaan dan damai bersama keluarga besar. Saling ridho dan menghalalkan kesalahan orang lain dan memberi maaf atas segala khilaf.

-Iklan-

 

Jadi acara halal bihalal keluarga besar dalam satu bani (keturunan) sangat besar maknanya yang diadakan setelah hari raya Idulfitri. Tradisi ini biasa dilakukan di suatu tempat secara bergantian. Tentunya ada uang kas dan iuran secara bersama-sama untuk meringankan bagi yang berketempatan.

Setelah penulis amati ada juga yang belum hadir karena suatu hal. Bisa saja sakit, waktu yang bersamaan dengan kegiatan lain yang lebih utama, tidak bisa mudik dan banyak alasan sehingga dia tidak bisa hadir di tengah-tengah keluarga besar. Ada pula yang hadir berlomba-lomba tampil cantik/ganteng dengan dandanan yang super keren. Ada yang memakai sepeda motor, mobil, sepeda ontel bahkan berjalan kaki, lha memang rumahnya dekat dengan saudara yang ketempatan. Ada yang sengaja pamer kekayaan biar dilihat kalau di tanah rantau dia sukses. Ada yang minder dengan kondisi perekonomian dan hidup sederhana. Ada yang cuek saja, apapun kondisinya yang penting bisa hadir dan bertemu saudaranya.

Bagi sebagian orang yang mau berfikir, semua orang yang hadir itu memiliki derajat yang sama sebagai makhluk Tuhan. Semua yang dilihat dan didengar ambil hikmahnya dan berfikir yang positif saja. Jangan kebawa emosi kalau hadir di pertemuan keluarga besar malah pulang meriang. Hehehe mengapa malah meriang melihat saudara yang sukses di tanah rantau. Itu usaha mereka dengan membanting tulang siang hingga malam untuk mencapai kesuksesan. Wajar kalau pulang ke kampung ingin menunjukkan hasil kepada keluarga besarnya.

Setelah sekian lama penulis amati, baru kali ini terpikir bahwa pertemuan keluarga besar adalah miniatur dunia. Ini sebagai contoh saja dari satu turunan bisa diambil ibrohnya. Satu simbah buyut bisa melahirkan keturunan yang banyak sekali. Darah dagingnya Simbah buyut akan selalu mengalir pada anak, cucu, cicit, canggah, wareng, udhek-udhek, gantung siwur, cicip moning, petarangan bobrok (keturunan ke 9) dan keturunan ke 10 goprak senthe adalah satu generasi silsilah dari keluarga inti. Yang penulis sebut dari silsilah keluarga dari budaya Jawa, yang kebetulan penulis asli Jawa Tengah.

Dari satu keluarga keturunan bisa berkembang menjadi keluarga besar dan tentunya bisa berkumpul ya pada acara halal bihalal dan silaturahmi.

Inilah hikmah yang penulis jabarkan berikut ini. Jangan pernah minder terhadap rejeki manusia. Allah SWT memberikan rejeki dan pekerjaan yang berbeda-beda. Apapun profesi kita, membanggakan atau tidak itu tergantung dari sudut pandang kita. Beda dengan sudut pandang di mata Allah SWT. Kita diciptakan sebagai manusia hamba Allah yang paling sempurna di muka bumi ini hanya semata-mata disuruh ibadah kepada Allah SWT. Kita diingatkan dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 30. Tugas manusia sebagai khalifah fil ardhi adalah mengisi bumi agar makmur, sejahtera, adil, jujur dan cukup sandang pangan, papan. Menjaga lingkungan agar menjadi tempat yang aman dan nyaman. Memerangi segala bentuk kemungkaran dan kedzaliman, membantu sesama manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup baik segi fisik dan rohani serta membimbing umat supaya dapat kembali kepada Allah SWT.

Jadi menurut penulis saudara kita apapun profesinya adalah bertindak sebagai khalifah fil ardhi. Ada yang jadi TNI, Polisi, dokter, perawat, pengacara, kerja di BUMN, kerja di bank, ASN (PNS), ada yang jadi dosen, guru, jurnalis, pengusaha, ustadz, pedagang, pemimpin pondok pesantren. Guru ngaji, pendakwah, petani, bahkan ada yang syiar Islam karena hafal Al-Qur’an 30 juz. Ada yang jadi wirausaha, jasa penjahit, jasa potong rambut, jasa transportasi, jasa sewa mobil, sewa lagan, bengkel kendaraan, tukang las dan masih banyak lagi profesi dari saudara kita.

Semua Allah jadikan profesi mereka semata-mata untuk menjaga bumi ini dari kehancuran. Jangan sampai yang memiliki pekerjaan yang banyak menghasilkan uang terus pamer kekayaan kepada yang kurang sukses. Terus yang sedikit uang merasa minder atau kecil hati. Kita semua dalam satu keluarga besar harus berbesar hati menerima apapun yang menjadi tanggung jawab kita sebagai makhluk Tuhan yang diutus ke bumi dengan segala profesi. Semua profesi itu sama di mata Allah SWT. Tidak ada yang paling hebat dari segala profesi yang ada. Karena semua akan dituntut oleh Allah di akhirat kelak.

Ketika dijadikan manusia untuk menjaga bumi ini apakah benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik. Karena apa yang kita lakukan ketika dibumi akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Dari semua profesi yang digeluti manusia, Allah meminta kalian semua untuk menjadi Khalifah fil ardhi. Khalifah yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena yang menjadi penolong kamu di hadapan Allah bukan hartamu, uangmu, mobilmu, rumahmu, pangkat dan jabatan serta kekuasaan tapi taqwamu kepada Allah SWT.

Dalam Qur’an Surat Al Hujurat ayat 13 ketaqwaan dimaknai sebagai tolok ukur kemuliaan manusia disini Allah SWT. Ayat ini juga menegaskan bahwa semua manusia sama derajatnya dihadapan Allah, kecuali dalam ketaqwaan.

Jadi pertemuan satu bani di Indonesia bisa bermakna untuk saling ukhuwah Islamiah dan mengukur diri ini atas tugas yang diberikan Allah kepada manusia sebagai khalifah fil ardhi. Jadi tolok ukur kemuliaan manusia disini adalah ketaqwaan kepada Allah SWT bukan karena kesuksesan dan kekayaan. Mengajarkan pentingnya kualitas keimanan dalam kehidupan manusia. Mengajarkan untuk tidak menyombongkan diri karena kedudukan, harta kekayaan, keturunan dan mengejek orang miskin. Pupuklah diri ini untuk fokus pada peningkatan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI.

Buku kedua karya Nurul Azizah. “Muslimat NU Militan untuk NKRI”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here