Seberapa Indonesia Kamu…?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi…
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak…
-Chairil Anwar-
Indonesia punya banyak cerita, banyak legenda, semua punya latar belakang, dan semua sebenarnya punya makna.
Setiap hari, jam 18:00 adalah batas waktu bermain di luar rumah, semua anak sudah harus ada di rumah, kecuali ada izin khusus. Demikian salah satu AD/ART di keluarga kami. Setelah ada di dalam rumah, kita boleh nonton televisi, atau main beklen, congklak, atau sekedar cerita kejadian di sekolah.
Jam 18:45 – 18:50 waktunya menyiapkan meja makan untuk makan bersama, dan jam 19:00 sudah harus duduk mengelilingi meja makan, berdoa, lalu makan bersama. 15 menit waktunya makan, setelah itu semua harus selesai makan, tidak boleh ada sisa. Perpanjangan waktu makan dapat diberikan dengan izin khusus, biasanya Abang nomor 2 yang suka minta izin khusus, dan selalu dapat izin dari Mama. Yang lain harus duduk diam menunggu semua selesai makan, tidak boleh bicara, dan kemudian membereskan meja makan, mencuci piring bekas makan, lalu bersiap untuk tidur.
Jam 19:30 semua sudah harus siap tidur, lalu semua masuk ke kamar Papa dan Mama, duduk di atas tempat tidur, lalu Mama akan tanya; “Siapa giliran pilih cerita…?” Bila bagian Abang nomor 1 atau nomor 2, pilihan ceritanya biasanya seputar Winnetou, Old Shaterhand, atau Mahabarata, atau cerita perang dunia, saya tidak terlalu paham tapi selalu ikut seru mendengarkan. Kalau bagian saya pilih cerita, maka semua tahu cerita pilihan saya, pastilah cerita “Kentang Cowboy”. Cerita ini selalu mengenai penjahat yang berhasil ditangkap atau ditaklukan oleh Cowboy jagoan yang kemudian diberi hadiah oleh Walikota 2 drum kentang. Sebenarnya semua berawal dari kuping saya yang error, menangkap kata “tentang” sebagai “kentang”, yang kemudian dieksplore dan dielaborasi oleh Mama sampai menjadi cerita “Kentang Cowboy”.
Dari malam ke malam, setiap hari, semua jenis cerita, mulai dari pewayangan, legenda, Walt Disney series, Indian, Perang, Ksatria Meja Bundar, berbagai folklor lain, semua diceritakan oleh Mama yang terlahir dengan nama Sonja Fransisca Matindas. A very talented story teller, dengan memory yang luar biasa dalam mengingat detail sejarah, seperti saat menceritakan Proklamasi, Pemberontakan PKI, Agresi Militer Belanda, dan lain-lain.
Perlahan tapi pasti, berbagai nilai ditanamkan ke dalam otak kami, bahkan ke otak bawah sadar kami, berbagai nilai yang membentuk kepribadian kami satu per satu.
Tidak heran ketika Abang saya bisa membela pembantu rumah tangga wanita yang diganggu preman di jalan, atau Abang nomor 2 yang secara cepat keluar naik motornya mengejar perampok yang mencoba merampas motor orang lain di depan rumah, atau Kakak nomor 3 yang dengan tegas menggantikan fungsi Mama melindungi saya dari amarah Abang pertama, atau Kakak nomor 4 yang selalu duduk dan nangis bersama saya setiap saya habis dimarahi.
Penanaman nilai, ternyata sukses dilakukan Mama pada anak-anaknya melalui cerita. Pemahaman akan benar dan salah, pemahaman akan apa yang disebut ksatria, pengecut, tanggung jawab, pengkhianatan, perhatian, berkorban, hampir semua kami dapatkan dari teladan cerita yang Mama ceritakan, dimana akhirnya selalu ditutup dengan penegasan nilai-nilai kebaikan yang dapat diambil dari cerita itu.
Sampai kami relatif dewasa, cross check terkait sejarah, diskusi mengenai makna puisi, resensi buku, inti pengajaran agama, apapun halnya apapun topiknya, Mama adalah tempat utama untuk bertanya.
Sejak kecil kami diperkenalkan dengan budaya, berbagai baju adat dibuat Mama sendiri setiap menjelang 17 Agustus seperti hari ini. Menghias sepeda pun Mama selalu kasih idea, kadang tidak menarik karena terlalu kuno, tapi kadang out of the box dan keren.
Saya pernah dibuatkan baju adat Madura, kakak saya pernah pakai baju Dayak, dan setiap baju akan dikenakan pada tubuh kita dengan memberi pengetahuan terkait suku yang baju adatnya kita pakai. Kita kenal budaya, kita kenal Indonesia, kita paham nilai, mengerti tata krama, dan menghargai keseluruhannya sebagai sesuatu yang berharga.
Saya bersyukur punya Mama yang luar biasa, dan yakin setiap anak di dunia ini pasti melihat seberapa luar biasa Mama mereka, karena pada dasarnya memang semua Ibu atau Mama atau apapun sebutannya, pasti luar biasa.
Mengapa saya ceritakan ini…?
Karena dari berbagai pembicaraan yang pernah terjadi antara saya dan teman-teman saya, tidak banyak yang meluangkan waktunya untuk duduk bercerita pada anaknya seperti Mama. Keluhuran nilai budaya bangsa, nilai-nilai ksatria, kepatriotan, kebanggaan akan bangsa, terbukti dapat ditanamkan pada anak melalui cerita.
Cara ini saya lihat sebagai cara yang sangat efektif dan sangat berhasil membentuk kepribadian anak menjadi anak Indonesia. Ingin rasanya sebanyak mungkin anak mengalami penanaman nilai baik melalui cerita yang menambah pengetahuan dan khazanah berpikir seperti yang Mama lakukan pada kami.
Mengapa saya ceritakan ini hari ini…?
Karena hari ini adalah hari yang tepat, hari dimana Mama sebagai penanam nilai, pemberi pelajaran, penyemangat, contoh untuk berbagai kebaikan, pergi untuk selamanya setelah 2 tahun berjuang melawan kanker yang dideritanya, tepat 25 tahun yang lalu. Mama pergi, hilang, tapi semua pengajaran dan nilai yang ditanamkan masih kami pelihara dan pertahankan, masih dan akan selalu kami ingat. Pembentukan karakter patriotik yang penuh semangat dan bangga akan keberadaan kami apa adanya, sangat berarti dan berguna bagi kami.
Sejujurnya, ke-Indonesia-an dan kebanggaan kami sebagai bagian dari bangsa Indonesia, keberanian kami untuk berdiri membela apa yang kami nilai sebagai kebenaran, dan kesiapan kami menghadapi berbagai cobaan dalam hidup kami, sebagian besar terbentuk dari berbagai cerita, penanaman nilai, dan contoh perilaku dari Mama.
Mama, orang Indonesia… Kamu…?
-Roger Paulus Silalahi-
Artikel ini merupakan seri tulisan “Seberapa Indonesia Kamu?”
Baca tulisan lainnya: