SintesaNews.com – Peristiwa ini sebenarnya sudah terjadi 24 tahun yang lalu. Kepala Staf Kodam Jaya atau Kasdam Jaya yang dijabat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi aktor sentral yang diduga mengerahkan pasukan pemukul untuk menyerbu Kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta, 27 Juli 1996.
Semua bermula saat terjadinya dualisme di tubuh Partai Demokrasi Indonesia (nama awal PDIP). Ketua Umum PDI hasil kongres Medan, Soerjadi, menyerbu Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, yang diduduki massa pendukung Ketua Umum PDI kongres Surabaya, yaitu Megawati Soekarnoputri.
Penyerbuan ini diduga kuat melibatkan unsur militer, terutama dari Komando Daerah Militer Jaya. Panglima Kodam Jaya atau Pangdam Jaya saat itu adalah Sutiyoso. Sementara Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY merupakan bawahan dari Sutiyoso yang menjabat Kepala Staf Kodam Jaya atau Kasdam Jaya.
Dalam laporan akhir Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) disebutkan adanya sebuah pertemuan tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jaya dipimpin oleh Kepala Staf Komando Daerah Militer Jaya Brigadir Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono.
Rapat itu dihadiri juga Brigjen Zacky Anwar Makarim, Kolonel Haryanto, Kolonel Joko Santoso, dan Alex Widya Siregar. Dalam rapat tersebut SBY memutuskan penyerbuan atau pengambilalihan kantor DPP PDI oleh Kodam Jaya.
Kasdam Jaya SBY kemudian mengerahkan pasukan pemukul Brigade Infanteri 1/Jaya Sakti/Pengaman Ibu Kota pimpinan Kolonel Inf. Tri Tamtomo untuk menyerbu dan merebut kantor PDI.
Penyerbuan itu dilakukan dengan cara, anggota ABRI yang tergabung dalam pasukan Batalion Infanteri 201/Jaya Yudha menyamar sebagai massa PDI berpakaian kaus partai berwarna merah dengan lambang kepala banteng bertuliskan PDI.
Fakta keterlibatan SBY juga terungkap dalam dokumen Paparan Polri tentang Hasil Penyidikan Kasus 27 Juli 1996, yang diserahkan kepada Komisi I dan II DPR RI, pada 26 Juni 2000.
Namun pada akhirnya Sutiyoso, sebagai atasan dari SBY, yang ditetapkan polisi sebagai tersangka dalam kasus ini.
Berdasarkan dokumen Komnas HAM, tragedy 27 Juli 1996 yang dikenal dengan nama Kudatuli, menewaskan 5 orang, melukai 149 orang, dan menahan 136 orang. Ditambah lagi 23 orang hilang dalam peristiwa itu.
Kerugian materiil peristiwa Kudatuli diperkirakan mencapai Rp 100 miliar.
Megawati yang sebenarnya masih menjadi Ketua Umum PDI berdasarkan hasil Kongres Surabaya tahun 1993 untuk memimpin partai tersebut hingga 1998, dipaksa lengser oleh kubu PDI Soerjadi yang lebih dekat dengan Soeharto kala itu. Kubu Soerjadi membuat kongres tandingan di Medan tahun 1996. Ia terpilih sebagai ketua umum periode 1996-1998. Kongres itu digelar sebulan sebelum Kudatuli.
Baca juga:
Pendiri Partai Demokrat Angkat Bicara, Demokrat Milik Publik Bukan Partai Yudhoyono