SintesaNews.com – Karakter seorang individu dipengaruhi oleh lingkungan dan sejarah latar belakang hidupnya. Tak terkecuali seorang yang disebut “Gus Miftah”, yang ternyata bukan berasal dari kalangan “Gus” yang lazimnya keturunan kiai.
Miftah ini yang setahun ke belakang bertingkah tanpa etika dan moral yang baik, semakin menunjukkan sisi asli dirinya yang tidak berakhlak.
Dari mulai terang-terangan membagi-bagi uang untuk menggiring massa memilih Prabowo Gibran, lalu beberapa bulan lalu berlaku tak beradab dengan menjambak dan mengunyeng-unyeng kepala istrinya dengan keras di panggung, di hadapan publik. Dan yang terakhir dengan merendahkan dan menghina seorang bapak penjual es minuman di hadapan pengikutnya. Komplit cercaannya pada bapak penjual es itu dengan kata-kata: “g*bl*k”.
Usut punya usut ternyata ada netizen yang membongkar asal-usul “Miftah” yang jadi dipanggil “Gus” sebagai embel-embelnya.
Netizen di platform X dengan nama akun @adit_yapramudya mengungkapkan bahwa nama aslinya bukan Miftah, dan dia hanya seorang marbot di sebuah musholla awalnya.
“Miftah asli namanya Ta’im, bukan Gus. Ayahnya orang Lampung kerja serabutan. Ta’im dulu Marbot di Masjid Mergangsan Jogja, saat kuliah & gak lulus. Dulu gak ada perempuan mau. Pernah ikut Partai gagal. Baru sukses setelah dibantu Amin Rais, lalu berubah jadi Gus Miftah supaya terkenal.”
Begitu disebutkan. Dan ramai netizen menanggapi, tak sedikit yang akhirnya juga membuka tabir bahwa benar adanya di masjid yang dimaksud memang pernah ada marbot seperti yang sekarang disebut “Gus Miftah”.
Dikatakan lagi bahkan oleh netizen yang sama, dengan mention @detikcom bahwa:
“Dia aslinya namanya Ta’im bkn Gus Miftah. Dia bkn anak kiai, tp anak pekerja serabutan dr Lampung. Klarifikasi gak kalau dia dulu kuliah di UIN Sunan Kalijogo Jogja gak lulus. Dulu Marbot di Masjid Mergangsan Kidul dibantu bnyk warga krn hidup susah.”
Tak ada netizen yang bisa membantah mengenai asal-usul Miftah alias Ta’im ini.
Memang Ta’im yang jadi “Gus Miftah” ini sudah sangat memberikan contoh buruk bagi masyarakat, dalam ulahnya yang terakhir.
Pegiat media sosial John Sitorus bahkan geram dan menuliskan keprihatinannya.
“Yang di goblok-goblokin Miftah itu, mungkin sedang berjuang untuk masa depan keluarganya. Ada perut anak dan istri yang tak ingin didengar keroncongan, ada harapan untuk beli sesuap nasi, ada cita-cita untuk sekolah anak-anaknya, ada harapan untuk kehidupan yang lebih layak Yang menggoblok-goblokan sibuk MENGHINA dengan memakai ayat-ayat suci. Lalu mereka menertawakan perjuangan bapak penjual es teh sampai terbahak-bahak. Dengar-dengar sekali ceramah bayarannya SANGAT MAHAL. Dia tidak perlu menahan panas terik, hujan dan terpaan debu untuk mencari sesuap nasi. Mungkin, dia bisa borong ribuan gelas es teh dalam sehari dari fee sekali pegang mic sambil pakai kacamata hitam Sungguh tak layak seorang Miftah dipanggil “Gus”. Gus adalah panggilan kehormatan, bukan untuk orang-orang yang TIDAK TERHORMAT.”