Penulis: Rusdian Malik
Berikut perbedaan sikap kaum salafi dan HTI:
Salafi, mereka lebih fokus ke akidah dan ibadah, memurnikan dari sgala bid’ah dan penyimpangan. Mereka fokus dalam dakwah aja agar antum dapat hidayah. Meski berasa kayak hidup ke masa lalu kayak abad ke-6 atau ke-7 masehi lagi ya, tak apa-apa ikhwan fillah kaum muslimin sebangsa dan seakidah yang penting tetap tegar di atas sunnah.
Sisi bagusnya, kaum salafi ini justru tetap patuh pada ulil amri, taat pada Pemerintah yang sah, ngikut dan berpartisipasi pada sgala aturan kebijakan Pemerintah, no makar, no pemberontakan, no politik. Mereka gak peduli urusan elu mau jadi cebong atau kadrun. Tapi kalo antum ngerjain tahlilan, kirim bacaan yasin ke orang mati, pake jimat, kemenyan, kembang-kembang
HTI. Kalo salafi konsen di bidang akidah dan ibadah maka HTI ini konsen di bidang politik, bahkan mabok politik kayaknya. HTI gak peduli mau elu wahabi, elu NU, elu Muhammadiyah, elu penganut tahlilan maupun cingkrangan asalkan kamu gak sepakat ama Pancasila dan NKRI maka elu udah cocok dengan mereka, selama elu dukung gerakan mereka ya mereka akan senang menyambutmu ke haribaan mereka.
Orang Muhammadiyah lebih banyak yang merasa cocok dengan HTI ini dikarenakan di komunitas salafi mereka tak menemukan aspirasi politiknya, namun orang aswaja yang bertradisi NU juga tak sedikit yang menjadi pendukung HTI ini gara-gara punya satu musuh yang sama yaitu Jokowi wkwk.
Bagi yang masih bingung kayak apa sih visi dan misi HTI ini baiklah saya jelaskan lagi dikit. Ringkasnya HTI ini berilusi agar negara-negara di dunia ini berkoalisi, berserikat, bersatu, membuang sekat kebangsaan, gabung aja semuanya menjadi imperium Islam yang besar kayak zaman dulu lagi, idealnya kayak Ottoman Turki Usmani yg megah itu lho. Kalo negara-negara Islam bersatu secara politik maka otomatis secara keagamaan pun akan nyusul bangkit, sgala kemajuan tehnologi pun bangkit biar bisa jadi lawan setara terhadap dominasi Amerika, Eropa (yang biasanya disebut biangnya kapitalis, sekularis, liberalis, hedonis, zionis, salibis dll.), bahkan bisa saja menjadi penguasa dunia.
Pokoknya gabung dulu deh, buang saja pagar-pagar nasionalisme yang sempit yang justru bikin umat Islam kecil dan terpecah-pecah itu. Bersatu dulu, nanti urusan siapa khalifahnya, apa mazhab yang dipakai itu urusan belakangan. Gampang aja itu, bisa nanti dikombinasikan suni salafi-aswaja, yang penting raih dulu kekuasaan politiknya. Gimana cara meraihnya? Ya kalo ga bisa lewat senjata maka ya lewat tipu muslihat seperti diplomasi, lewat menebar konsep di mana-mana, lewat kajian agama, tulisan, buku, majalah, buletin, di kampus-kampus, di perusahaan, syukur-syukur bisa masuk di jejaring tipi nasional, mempengaruhi para artis dan seleb yang baru hijrah, dan lebih syukur lagi kalo ajaran mereka masuk dalam kegiatan dan kurikulum di sekolah, syukur-syukur lagi kalo masuk ke Pemerintahan atau ke gedung DPR ada wakil rakyat yang menjadi antek mereka.
~
Nah kiranya sekian dulu setidaksedikit tawsiyah dari saya. Insyaallah nanti disambung lagi.