Saatnya aturan Surat Pengantar dalam Kegiatan Pengadaan Tanah Dihapus BPN

SintesaNews.com – EDITORIAL

Kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum diatur dan sepenuhnya tunduk pada aturan perundangan UU No 2 tahun 2012 beserta aturan turunannya. Pada Pasal 8, pasal 45 ayat (2) dan pasal 56 dengan tegas menyatakan, semua pihak harus menggunakan dan mematuhi UU tersebut dalam kegiatan pengadaan tanah. Aturan hukum lain tidak dibenarkan dalam hal pengadaan tanah untuk kepentingan umum. UU No 2 Tahun 2012 tersebut juga diangkut dalam gerbong bus Omnibuslaw dan diperbaharui dalam pasal 123 Undang Undang Cipta Kerja (UUCK)

UUCK dibuat dengan tujuan mempermudah dan memberi kepastian terciptanya alam investasi. Kegiatan pengadaan tanah diatur dalam aturan turunan PP No 19 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri ATR BPN No 19 Tahun 2021 yang pada intinya memperbaharui aturan pengadaan tanah Perpres 71 tahun 2012 dan Peraturan Kepala BPN No 5 tahun 2012.

-Iklan-

Dalam Kegiatan Pengadaan tidak jarang objek pengadaan sedang dalam sengketa/perkara hukum, atau karena sebab adanya keberatan atas nilai ganti rugi, sehingga uangnya harus dititipkan di Pengadilan setempat. Berdasarkan ketentuan PP No 19 Tahun 2021 ganti rugi tersebut dapat diambil setelah putusan pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) atau perdamaian (dading). Namun dalam Permen ATR BPN No 19 Tahun 2021 selain syarat telah BHT, juga ditambahkan syarat berupa surat pengantar. Dalam Permen ATR BPN pasal 139 ayat (2) menyebutkan, “Ganti kerugian dapat diambil oleh pihak yang berhak dengan surat pengantar dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah.”

Disitulah biang kerok hambatan kegiatan Pengadaan Tanah sering terjadi. Oleh berbagai alasan, semisal karena alasan administrasi, kehati-hatian ataupun ketakutan dikriminasi, objektifitas dari ketua pelaksana pengadaan dan sederetan alasan lainnya, menyebabkan surat pengantar justru menjadi penghambat proses kegiatan pengadaan tanah anah.

Kondisi tersebut tidaklah ideal bahkan kontraproduktif dengan tujuan mulia UUCK. Begitu semangatnya UUCK, pasal 175 meng-eleminir kewenangan PTUN. Pasal tersebut menyatakan apabila suatu permohonan kepada pejabat (ATR/BPN) tidak direspon dalam 5 hari sudah dianggap dikabulkan secara hukum dan tidak diberi ruang menempuh upaya peradilan Tata Usaha Negara. Bandingkan semangat UUCK dengan Permen No 19 Tahun 2021 yang bertele-tele.

Surat pengantar sendiri bukanlah barang sakral, hanya bersifat pengantar agar pihak yang berhak dapat mengambil ganti rugi yang telah dititipkan di Pengadilan Negeri. Isi surat pengantar sesungguhnya menyadur dan merujuk pada putusan Pengadilan yang telah Berkekuatan Hukum Tetap. Sebagaimana fungsi surat surat pengantar lainnya, surat pengantar ketua pelaksana pengadaan tanah hanyalah bersifat administratif, sebagai messenger yang tidak menentukan hak kepemilikan.

Sumber penyelesaian masalah konsinyasi, baik karena perkara sengketa hukum ataupun keberatan terhadap nilai ganti rugi adalah putusan pengadilan yang telah BHT, dan sepenuhnya adalah ranah Pengadilan. BPN sebaiknya jangan masuk wilayah yang bukan kewenangannya. BPN cukup menghormati apapun putusan yang ada.

Dengan tujuan menyamakan kebijakan dan tidak terjadi kontraproduktif dengan tujuan besar UUCK, tidak sinkron dengan PP maka SUDAH SAATNYA ATURAN SURAT PENGANTAR dalam Permen No 19 Tahun 2021 dihapus.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here