Setumpuk Nilai Baik ke-Indonesia-an

Success in training the boy depends largely on the Scoutmaster’s own personal example.
-Robert Baden-Powell-

Lepas SD, masuk SMP, kegiatan Pramuka jalan terus. Ada yang unik dari posisi saya sebagai Pramuka, saya tidak menjadi bagian dari Gugus Depan SD saya, tapi ber-Pramuka di Gugus Depan “Yos Sudarso”, atau dikenal dengan “Gugus Depan 19” di St. Aloysius, sebuah sekolah Katholik yang jaraknya sekitar 1,8 km dari SD Banjarsari tempat saya sekolah.

Dengan berbekal posisi terakhir sebagai Ketua Barung Kuning, saya masuk Penggalang dan diterima di Regu Kuda, melalui semacam acara pendidikan dasar untuk naik dari Siaga jadi Penggalang. Saya sebenarnya ingin masuk regu Banteng, karena Abang saya tertua yang saya kagumi dulu juga regu Banteng, tapi pembina waktu itu (Kak Alex dan Kak Meity) menempatkan saya di regu Kuda.

Baiklah, jadi anak bawang lagi, nobody lagi, di posisi anggota termuda. Sekarang saya bisa melihat bagaimana Pamuka mengajarkan kita untuk belajar mengenai hidup, ada saatnya kita di atas, ada saatnya kita harus mulai lagi dari 0.

-Iklan-

Ketua regu Kuda adalah Oyong, dan wakilnya adalah Alvin. Alvin adalah anak Tante Wanda, adiknya Kak Linda, Kak Rona, dan Dave, abangnya Andre, keluarga yang sangat dekat dengan keluarga saya, teman berteman, ya Ibunya, ya anak-anaknya. Oom Marthen Alexander Willem Warouw lebih dikenal sebagai Boy Warouw adalah Ayah mereka, saya tidak sempat kenal, karena beliau sudah meninggal 5 Oktober 1968 sebelum saya lahir. Beliau meninggal dalam usaha melindungi keluarganya dari sekawanan perampok yang masuk ke rumah mereka saat itu. Saya pernah bertanya pada Andre, apa yang paling diingat dari Ayahnya, jawabannya; “Gua masih di perut, nggak kenal, tapi gua dapat contoh keberanian, tanggung jawab, dan kasih sayang pada keluarga, setidaknya gua tahu bibit gua bagus…”.

Alvin paling sering datang ke rumah untuk minta izin supaya saya boleh mengikuti kegiatan regu Kuda atau kegiatan Pramuka lainnya. Biasanya Mama akan kasih izin, tentu dengan petuah dan pesan yang panjang kali lebar kali tinggi, sementara Alvin hanya menjawab sesekali; “Ya Tante…”, “Baik Tante…”, itu dan itu saja jawabannya.

Di Penggalang saya belajar banyak bersama regu Kuda, berbagai simpul dan kemampuan tali temali diajarkan, semaphore, P3K, dan masih banyak lagi. Di Penggalang ini jugalah saya mengalami bagaimana ketidakmampuan saya menguasai diri dan berkelahi dengan anggota lain dari regu Kelinci (lupa saya namanya), berakibat bendera regu Kuda ditahan dan harus direbut kembali, menghadapi semua regu yang lain, dengan pertarungan “Cabut Nyawa”.

Pertarungan ini adalah pertarungan dimana kita tidak boleh memukul, hanya dengan memanfaatkan kecepatan gerak, mencabut sapu tangan yang diselipkan di pinggang bagian belakang lawan, sapu tangan tercabut, maka mati, tidak lagi dapat meneruskan pertempuran. Regu Kuda ada 7 orang, melawan pasukan gabungan regu Banteng, Kelinci, Macan, dan Kancil, 7 lawan sekitar 25 orang. Waktu itu, selama 4 minggu berturut-turut digelar “Cabut Nyawa” untuk merebut bendera regu Kuda, akhirnya berhasil.

Saya belajar bahwa kehormatan itu harus dijaga, salah langkah bisa berakibat fatal. Saya belajar bagaimana Bendera adalah benda pusaka, perlambang harga diri, bagaimana kekompakan satu regu dapat mengalahkan 4 regu bila strategi yang disusun baik, dan semua menjalankan fungsinya dengan baik. Saya belajar bagaimana 3 orang dijadikan pancingan untuk menjadi bulan-bulanan pasukan lawan, berkorban, mati duluan, demi merobek pertahanan lawan dan merebut harga diri, merebut bendera kebanggaan. Saya belajar banyak hal…

Suatu kali kita pergi “Persami” (Perkemahan Sabtu Minggu), ke Situ Gunung, Kaki Gunung Gede-Sukabumi. Saat itu regu Kuda tampil beda, Alvin bawa tenda bagus, dibawakan dari Amerika oleh Pamannya. Tenda itu berwarna coklat dan creme, bahannya halus lembut, tahan hujan, bentuknya bagus sekali, cukup besar, di dalamnya adem luar biasa. Sebagai anak bawang, saya dan satu anggota lain (lupa lagi namanya) disuruh jaga tenda selagi yang lain pergi cari kayu bakar untuk masak dan acara api unggun di malam nanti. Setelah beberapa saat, yang lain kembali bawa kayu bakar, saya ditinggalkan oleh teman saya yang bergabung dengan para senior mempersiapkan berbagai hal. Di tenda hanya ada saya, di depan tenda ada parafin menyala menandai posisi tenda, karena hari mulai gelap.

Set up api unggun jadi, dapur jadi, acara masak dimulai, dan saya mulai bosan diam sendiri, jadi saya keluar tenda. Tanpa saya sadari saya membuat “pintu” tenda berayun ke depan, kena parafin, dan api langsung menjalar, saya panik, yang lain berhamburan mencoba memadamkan api. Api padam, tapi tenda tinggal 2/3 yang utuh. Saya diam, penuh rasa bersalah, bingung, sementara Alvin dirangkul Oyong menjauh dari tenda. Saya mendatangi Alvin, dia sedang menangis, pasti marah sekali, saya berdiri di samping sambil berkata; “Kak Alvin, maafin Joy ya…”. Alvin menatap saya, belum pernah saya lihat dia marah sekalipun seumur hidup saya, kali itu dia berdiri lalu bicara; “Nggak apa Joy, kecelakaan, cuma tendanya yang rusak, bisa diakalin lah nanti di Bandung… yang penting kan Joy tidak apa-apa, selamat…”, seringan itu, walau saya tahu seberapa berat sebenarnya rasa yang berkecamuk di dada Alvin.

Saya selalu kagum pada orang sabar, karena di situlah kelemahan utama saya sejak kecil.

Kalau hanya marah-marah, mencaci maki, memukul, semua orang bisa, tapi menguasai diri, menjaga emosi, melihat hal positif bahkan dari kejadian yang negatif, itu sulit, dan itu yang membuat saya kagum pada Alvin. Setelah membaca tulisan ini mungkin Alvin baru tahu seberapa hebat dia di mata saya. Sangat rendah hati, tidak pernah marah, selalu positif, dalam segala hal, sampai sekarang.

Sikap patriotik, senang membantu, berani mengambil tanggung jawab, mengajarkan kebaikan melalui sikap dan perilaku pribadi, penguasaan diri yang maksimal, berpikir positif, merendahkan diri, mengasihi, haduh, banyak sekali hal baik yang saya lihat pada diri Alvin ini. Apakah Alvin contoh orang Indonesia…? Setidaknya, setumpuk nilai baik yang berakar pada kebudayaan dari berbagai suku di Indonesia ada padanya.

Alvin, orang Indonesia… Kamu…?

-Roger Paulus Silalahi-

 

Artikel ini merupakan seri tulisan “Seberapa Indonesia Kamu?”

Baca tulisan lainnya:

Setumpuk Nilai Baik ke-Indonesia-an

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here