Sirkuit Politik

Penulis: Dahono Prasetyo

Balapan kaum urban selesai digelar. Menyisakan banyak catatan penting berupa puzzle-puzzle yang selama ini disembunyikan.

Membirukan sirkuit atas inisiatif PAN dan Nasdem bukan persoalan siapa yang punya duit memborong tiket.

Duet keduanya sudah dimulai saat hak angket DPRD gagal digelar saat ribut anggaran siluman DKI. Hingga keputusan sirkuit meninggalkan Monas hijrah ke Ancol memunculkan nama Crazy Rich Nasdem Ahmad Sahroni sebagai “Hero”.

Apapun situasinya sirkuit harus selesai, kelayakan bukan prioritas apalagi keamanan. Ujian pertama terjadi, atap rubuh pertanda terbuat hasil bahan murahan.

Ajang balapan sudah serupa konvensi capres dari kelompok Surya Paloh yang menggoda Ganjar tapi hati tetep ke Anies. Menjadi unjuk kekuatan kaum hedonis ibukota bahwa apapun compang-campingnya, pesta harus terjadi.

Ini bukan berhitung untung rugi, begitulah orang kaya harus crazy untuk tujuan lebih besar. Event entertainment mulai tercium beraroma Surya Paloh. Menyelesaikan hajatan balap jadi pertaruhan Anies jika ingin dipinang.

Ini juga bukan tentang ajang sepi sponsor, bahkan berani menolak “prank” Pertamina. Bagaimana mungkin mobil bertenaga batere ditawarin sponsor produk diesel. Bisa jadi karena 1 bulan sebelum acara proposal baru dikirim, dipikirnya semudah sumbangan tujuhbelasan?

Total APBD Betawi yang tergerus sejumlah Rp1,2 triliun. Penampakan kursi VVIP serupa bangku RM Padang cukup jadi alasan salah pilih panitia. Lebih sibuk bernarasi percaya BMKG daripada Mbak Rara, padahal gimick dibalas serius pertanda netijen sukses memoles opini.

Seolah ingin mengulang tradisi yang pernah terjadi, untuk menuju Gedung Medan Merdeka Utara mesti diawali dari Medan Merdeka Selatan. Partai berwarna biru mulai membirukan sirkuit, lalu Balaikota DKI selanjutnya on progres Indonesia. Khusus biru Cikeas skip dulu kiprahnya yang belum move on dari “saya prihatin”.

Jokowi itu tukang kayu spesialis desain kursi. Bisa merasakan bahan kayu mana yang nyaman untuk bersandar atau berasa keras. Foto di bawah ini jadi simbol bersatunya perwakilan ambisi, merayu Jokowi berharap memaafkan kelebihan bayar dan kelebihan mimpi.

2024 makin dekat, segalanya bisa beranasir politik. Siapa yang bermain kasar tak bisa sembunyi di balik senyum.

Benar juga kata seorang kawan: Saat para penjahat sedang kompak bersatu, itu tandanya Indonesia sedang baik baik saja.

Baca sebelumnya:

Hura-hura Kaum Urban

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here