Penulis: Nurul Azizah
Perdebatan antara perbedaan lebaran Idul Adha 2022 sengaja dimunculkan oleh oknum-oknum yang ingin Indonesia ini gaduh.
Ada yang sengaja menggoreng setiap momen perbedaan menjadi sesuatu yang heboh. Padahal kalau di Indonesia yang berbeda pelaksanaan hari lebaran sudah biasa tuh, dulu juga pernah ada, tapi fine-fine saja.
Menurut pemerintah melalui Kementrian Agama (Kemenag) menetapkan 1 Dzulhijjah 1443 Hijriyah jatuh pada hari Jumat (1/7/2022) artinya kalau dihitung hari Raya Idul Adha dilaksanakan pada Minggu, 10 Juli 2022. Karena pada tanggal 29 Juni 2022 melalui sidang isbat tidak ada hilal awal Dzulhijah.
Hilal ditempatkan di 34 provinsi seluruh Indonesia, tidak satupun dari mereka yang menyaksikan hilal. Hal ini dituturkan oleh Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi saat memimpin sidang isbat awal Dzulhijjah di Jakarta (29/6/2022).
Kalau Muhammadiyah dan negara Arab Saudi berbeda ya tidak masalah. Mereka memiliki keteria penentuan awal Dzulhijjah.
Tetapi oleh oknum yang benci ke pemerintah atau ke Menteri Agama, hal demikian disebarluaskan di media sosial.
Padahal gaduhnya hanya di media sosial. Di lapangan adem-adem saja tidak masalah. Mengapa demikian? Karena yang di dunia nyata manut sama kiainya. Yang manut medsos itu tidak jelas rujukannya. Dan tentunya ada unsur provokasi.
Saat sudah masuk tanggal 9 Dzulhijjah terasa adem, tidak ada yang perlu diributkan lagi. Berarti kelompok tertentu yang ingin Indonesia gaduh gagal, kasian deh lu, rakyat sekarang sudah pintar. Nyatanya adem-adem saja, banyak yang menghormati keputusan pemerintah untuk lebaran Idul Adha pada hari Minggu, 10 Juli 2022.
Itulah pentingnya peran ulama NU atau kiai untuk terus merangkul umat. Dan umatpun mendekat ke kiainya.
Saat ini memang zaman digital, warga masyarakat lebih dekat dengan media sosial. Tetapi mereka sudah tidak lagi bodoh, yang mudah diprovokasi oleh oknum khilafah.
Ajakan kiai NU untuk duduk bersama melakukan aktivitas amalan NU sangat dibutuhkan di zaman digital saat ini.
Warga NU harus selalu bersama dengan ulama NU. Warga Nahdliyin tidak boleh jauh dari ulama NU. Warga NU tegak lurus, taat pada komando PBNU.
Terkadang warga NU yang polos, jujur lugu, tulus dan ikhlas telah dimanfaatkan oleh oknum iblis berjubah agama.
Kelompok khilafah anti NKRI memanipulasi agama untuk kepentingan agenda konspirasi politik global dalam rangka merebut kekuasaan guna melahirkan penguasa baru dari kelompok khilafah Islam radikal intoleran.
Kelompok radikal intoleran yang menggunakan agama sebagai alat politiknya ingin menguasai perekonomiaan dan sumber kekayaan alam Indonesia. Dengan menebar beragam propaganda anti pemerintah, menyebar fitnah dan ujaran kebencian, agar rakyat tidak lagi pro pada pemerintah.
Rakyat yang jujur dan lugu terus dicekoki di media sosial, dengan merendahkan dan mengkerdilkan bangsa Indonesia dan menyanjung bangsa Arab sebagai kiblat khilafah.
Hal ini jangan dianggap enteng, karena di luar sana banyak warga yang tidak tahu kebusukan faham khilafah. Rakyat yang mudah diprovokasi akan dengan sendirinya ikut ajaran khilafah. Ajaran yang ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi Ideologi Islam. Tujuannya ya ingin membentuk Khilafah Islam atau negara Islam. Organisasi yang ingin membentuk negara Islam ya Hitzbut Tahrir Indonesia (HTI).
Mengutip dari quote-nya Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA: “Masalah besar umat Islam sekarang ini adalah masalah kebodohan. Banyak yang sok pintar dan mengkafirkan yang lain. Padahal itu, pandangan yang salah.”
Solusi untuk menghalau tipu daya dan hoax para khilafah, warga harus bersama dengan ulama NU. Mendengarkan tausiyahnya ataupun nasehat-nasehatnya.
Walau sekarang zaman digital, sempatkanlah punya waktu untuk ikut majelis atau pengajian-pengajian yang diadakan oleh para kiai-kiai NU. Sholat berjamaah, ikut kajian para kiai, ikut maulidan, yasinan atau semak’an quran dengan sendirinya akan tidak mudah kena hoax dan tipu daya dari para pengasong khilafah. Jangan terkecoh dengan tipu daya dan hoax di medsos.
Bermedsoslah yang santun, jangan mudah menerima informasi yang tidak jelas sumbernya. Jangan asal dapat kiriman berita, tanpa dibaca dulu langsung di-share atau dibagikan ke orang lain. Kalau berita itu benar tidak masalah, tapi kalau berita itu hoax maka akan berhubungan dengan pihak kepolisian cyber karena telah menyalahgunakan IT untuk memfitnah orang lain.
Medsos kalau salah menggunakan bagaikan pisau yang memiliki fungsi ganda, satu sisi bisa bermanfaat menyelesaikan pekerjaan tapi di sisi lain bisa melukai diri sendiri. Untuk itu sebagai warga Nahdliyin, bijaklah dalam bermedsos.
Nurul Azizah penulis buku ‘Muslimat NU di Sarang Wahabi’ minat hub penulis WA 0851-0388-3445.