Penulis: Dahono Prasetyo
Acara temu kangen alumni UGM yang tergabung dalam KAGAMA digelar Minggu (27/4) di Balairung UGM. Dihadiri lebih dari 200 tokoh penting Nasional alumni UGM yang mewarnai perjalanan pemerintahan selama 10 tahun belakangan ini. Hadir pula jajaran Rektor, Dekan, hingga dosen yang kini sedang “berkuasa”.
Dalam acara silaturahmi ini mereka sepakat melipat sejenak persoalan ijazah salah seorang alumninya yang sedang dijadikan barang bukti dugaan kepemilikan dokumen palsu. Mereka juga kompak untuk tidak bertanya: Joko Widodo ke mana, kok tidak hadir seperti tahun-tahun sebelumnya?
Ketika Jokowi tidak menghadiri acara tersebut dan mereka para alumni tidak mempertanyakan apalagi memperbincangkan lagi. Gesture tak pernah bohong, mereka sedang menjaga jarak dengan salah satu “alumni fakultas kehutanan jurusan teknologi kayu” yang kini sibuk menikmati masa purna tugasnya.
Mereka para alumni sedang mengucilkan Jokowi atau sebaliknya mantan Presiden itu sedang mengurung diri, itu menjadi pertanyaan publik yang tidak perlu dijawab.
Ada penyebab kebanggaan Jokowi pada UGM tiba-tiba surut hanya karena bertahan tidak rela memperlihatkan ijazahnya ke publik. Sesuatu yang seharusnya menjadi benda kebanggaan, justru dimanfaatkan pemiliknya menjadi bandul politik.
Jokowi lebih memilih sibuk memenjarakan orang-orang yang bertanya: Mana ijazahmu?
Acara temu kangen Alumni UGM seharusnya menjadi momentum tepat Jokowi untuk menepis keraguan ke-alumnian-nya. Dia hadir berkumpul silaturahmi dengan para alumni lainnya menjadi bahasa politik simbol.
Namun silaturahmi kebangsaan itu tidak dilakukannya. Baginya tugasnya sebagai “staff khusus kepresidenan untuk urusan pelayatan” lebih penting dan menjadi alibi sedang berada di Vatikan.
Apakah Jokowi sedang tidak punya nyali masuk ke lingkaran alumni UGM lagi? Untuk urusan ijazah dia lebih percaya dibela Herkules, Chef Arnold dan para pengikut setianya daripada dibela rekan-rekan alumninya sendiri?
From Hero to Zero itu pedih
–
@Dahono Prasetyo
