SintesaNews.com – Jakarta,
Aliansi Nasional Pemuda Mahasiswa yang terdiri dari BEM STH Jentera, FMN, GMNI, SMI, SEMPRO, PEMBARU, serta barisan solidaritas rakyat lainnya menyelenggarakan aksi simbolik peringatan hari sumpah pemuda yang ke-97 di depan Kebun Binatang Ragunan sebagai ekspresi dari kekecewaan acuh dan fasis-nya rezim Prabowo-Gibran dalam menyerap aspirasi, evaluasi, serta kritik yang diberikan oleh rakyat.
Ketua Umum Front Mahasiswa Nasional (FMN) Muhammad Rizaldi menyampaikan orasinya, “Refleksi aksi simbolik hari ini dimaknai dengan kembali menggelorakan perjuangan pemuda dalam setiap butir sumpah yang dicengkeram erat oleh pemuda dan mahasiswa indonesia: Tanah air, Bangsa, dan Bahasa. Namun perjuangan untuk mewujudkan keutuhan sumpah pemuda hari ini, dirintangi oleh berbagai masalah yang dihadapi oleh pemuda dan mahasiswa itu sendiri: yaitu mahalnya biaya pendidikan dan sempitnya lapangan pekerjaan.”
Muhammad Rizaldi melanjutkan,
“Dalam skala internasional, ancaman naiknya biaya pendidikan sebesar 62%. Sedangkan di Indonesia, para siswa dan mahasiswa harus menghadapi ancaman naiknya biaya pendidikan tinggi sebesar 282%, SMA sebesar 401%, SMP sebesar 438%, dan SD sebesar 467%. Yang lebih konsekuen, nasib pemuda mahasiswa harus digeser untuk mendahulukan kepentingan program prioritas yang sama sekali tidak menjawab persoalan rakyat secara struktural: salah satu contoh adalah penyelenggaraan MBG (Mahal, Beracun, Gagal) yang menyerap 44,2% anggaran subsidi BOPTN.”
“Pemuda juga harus menghadapi pahitnya kenyataan bahwa janji atas 19 juta lapangan pekerjaan adalah bualan dan omong besar semu yang dilayangkan oleh rezim prabowo-gibran. Kenyataannya, gelombang pengangguran masih nyata bagi rakyat Indonesia. Tawaran kerja informal dengan upah yang minim adalah satu-satunya harapan terakhir bagi pemuda untuk mempertahankan hidup dan hari depannya,” teriak Muhammad Rizaldi.
Hal ini akhirnya dilengkapi pula oleh warna tata kelola pemerintahan yang diisi oleh para personel dan/atau satuan militer: anti kritik, anti dialog, dan anti demokrasi. Hal ini perlahan-lahan menunjukkan kepada rakyat bahwa pemerintahan di bawah rezim Prabowo-Gibran dilengkapi oleh alat represi dan taring fasis yang tak kenal HAM. Wujud nyatanya dapat dilihat: hingga saat ini masih ada lebih dari 5.000 orang yang ditangkap, lebih dari 959 aktivis dikriminalisasi, dan orang syahid setelah penyampaian aspirasi dan kritik dilayangkan.
“Dengan kobaran api semangat perjuangan sumpah pemuda dalam tata perjuangan sejarah, kami menuntut,
Hentikan dan evaluasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mahal, beracun, dan gagal. Kembalikan Rp 226 Miliar anggaran pendidikan yang diambil untuk MBG, kembalikan kepada anggaran pendidikan, berikutnya, jalankan kebijakan alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBN yang substansial, merata, dan tidak diskriminatif. Hentikan praktek liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi pendidikan, Gratiskan pendidikan dasar dan menengah baik swasta maupun negeri. Berikan akses pendidikan tinggi seluas-luasnya bagi anak buruh dan kaum tani. Kedua, Berikan lapangan pekerjaan yang telah dijanjikan negara secara layak, aman, dan terjamin bagi pemuda mahasiswa. Ketiga, Hentikan PHK massal, upah murah, dan berbagai pelanggaran hak ketenagakerjaan lainnya.
Bebaskan seluruh aktivis massa pemuda mahasiswa yang ditangkap selama eskalasi aksi tahun 2025. Hentikan seluruh bentuk kekerasan, intimidasi, provokasi, dan pembungkaman oleh aparat terhadap rakyat yang memperjuangkan hak demokratisnya. Keempat, Bebaskan seluruh massa aksi, Hentikan kriminalisasi rakyat yang memperjuangkan hak demokratis. Kelima, Hentikan proses pengesahan gelar pahlawan yang diberikan untuk Presiden Soeharto.
Keenam, Wujudkan Pendidikan yang Ilmiah, Demokratis, dan Mengabdi pada Rakyat. Ketujuh, Wujudkan Reforma Agraria Sejati dan Industrialisasi Nasional.” Ucapnya.
Kegiatan aksi yang hari ini dilaksanakan berasal dari BEM STH Jentera, Front Mahasiswa Nasional (FMN), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Cabang Jakarta Selatan, Pemuda Baru Indonesia, Serikat Mahasiswa Indonesia dan Serikat Mahasiswa Progresif. (Edo)














