Penulis: Ignatius Indro
Timnas Indonesia menutup kiprahnya di putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 dengan kekalahan telak 0-6 dari Jepang di Stadion Panasonic Suita, Osaka. Skor yang mencolok ini menyisakan banyak tanya: apakah Indonesia memang belum pantas bermimpi tampil di Piala Dunia? Apakah perbedaan kelas dengan tim seperti Jepang terlalu jauh?
Secara jujur, ya—kita memang masih berada di level yang berbeda. Jepang bukan sekadar raksasa Asia; mereka adalah tim dengan pengalaman lima kali lolos beruntun ke putaran final Piala Dunia, dengan pemain-pemain yang merumput di liga top Eropa dan sistem pembinaan usia muda yang mapan. Bandingkan dengan Indonesia, yang baru mulai menata ekosistem sepak bolanya dalam satu dekade terakhir, dan masih sering terganggu oleh polemik internal maupun kurangnya kontinuitas program jangka panjang.
Namun kekalahan ini tidak harus dibaca sebagai penghentian mimpi, melainkan sebagai panggilan untuk menata ulang harapan dengan lebih realistis dan terukur. Kita berhasil melangkah ke putaran ke-4 Kualifikasi, sesuatu yang bahkan negara-negara Asia Tenggara lain belum tentu capai. Itu pencapaian yang layak diapresiasi.
Perbedaan kelas memang ada, tapi bukan untuk disesali—melainkan untuk dijadikan acuan. Jepang pun pernah berada di posisi kita, puluhan tahun lalu, ketika mereka kalah 0-8 dari Korea Selatan dan menjadi bulan-bulanan tim-tim Asia Barat. Bedanya, mereka menanggapi kekalahan dengan revolusi sistematis. Bisakah kita melakukan hal yang sama?
Kekalahan dari Jepang adalah tamparan keras, tapi juga pelajaran berharga. Kita belum layak ke Piala Dunia hari ini—tapi bukan berarti tidak akan pernah. Asalkan perbaikan dilakukan menyeluruh, konsisten, dan tidak hanya berorientasi pada hasil jangka pendek. Apalagi jika sepakbola hanya digunakan untuk kepentingan politik semata. Ini bahaya besar.
Kekalahan telak 0-6 dari Jepang bisa dibaca sebagai cermin tajam perbedaan pendekatan sistemik antara Jepang dan Indonesia dalam membangun sepak bola. Jepang adalah contoh negara yang membangun dengan visi jangka panjang, sementara Indonesia—lewat PSSI saat ini—masih lebih sering mengambil jalur cepat dan pragmatis, seperti naturalisasi pemain, tanpa menyelesaikan akar permasalahan: tata kelola liga, infrastruktur, dan pembinaan usia muda.
Jepang: Bangun Fondasi, Bukan Tambal Sulam
Jepang memulai reformasi besar-besaran sejak 1993 dengan lahirnya J.League. Mereka investasi besar pada:
- Akademi usia dini yang terintegrasi dengan sekolah.
- Pelatih lokal berkualitas tinggi dan berlisensi.
- Pengiriman pemain muda ke Eropa sejak usia belia.
- Liga domestik yang stabil, profesional, dan kompetitif.
Hasilnya baru terlihat setelah 10-15 tahun. Tapi hari ini mereka panen: pemain seperti Takefusa Kubo, Wataru Endo, Kaoru Mitoma, hingga Ritsu Doan adalah produk sistematis, bukan hasil dadakan.
Indonesia: Jalan Pintas yang Mahal
Sementara itu, Indonesia masih berkutat pada solusi instan:
- Naturalisasi pemain diaspora dan keturunan.
- Timnas dibentuk dari kumpulan “talenta terbaik”, bukan hasil sistem pembinaan.
- Liga yang masih bermasalah dalam profesionalisme, wasit, manajemen klub, dan infrastruktur.
Apakah naturalisasi salah? Tidak. Tapi tanpa fondasi yang kuat, hasilnya tidak akan bertahan lama. Kita bisa lolos ke putaran ke-4 kualifikasi Piala Dunia karena bantuan pemain naturalisasi, tapi ketika menghadapi tim yang dibangun dengan sistem, kelemahan kita terbuka lebar—seperti yang terlihat saat melawan Jepang.
Kesimpulan
Jepang menunjukkan bahwa tidak ada jalan pintas menuju kejayaan. Naturalisasi bisa menjadi pelengkap, tapi tidak bisa jadi strategi utama. PSSI harus mulai berani berinvestasi pada pembinaan jangka panjang, membenahi liga secara menyeluruh, dan mempercayai pelatih-pelatih muda serta pemain lokal sejak usia dini.
Kalau tidak, kita akan terus mengulang pola: euforia sesaat, lalu realitas pahit datang mengetuk. Dan tim seperti Jepang akan selalu jadi cermin—bukan lawan sepadan. Bukan karena mereka lebih berbakat, tapi karena mereka lebih bersungguh-sungguh membangun.
Ignatius Indro
Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI)
08129446282

Umrah Paket Hemat dan Ekonomis, Fasilitas Lengkap dan Nyaman