Netizen: Stop Tot Tot Wuk Wuk

SintesaNews.com – Fenomena “Stop Tot Tot Wuk Wuk” belakangan ramai di media sosial. Gerakan ini lahir dari keresahan masyarakat terhadap maraknya penggunaan strobo, rotator, dan sirene oleh pihak-pihak yang tidak berhak.

Suara “tot-tot wuk-wuk” yang seharusnya hanya digunakan kendaraan darurat, kini justru sering terdengar dari kendaraan pribadi maupun pejabat yang ingin melaju cepat di jalan raya. Publik menilai praktik ini tidak hanya mengganggu pengguna jalan lain, tetapi juga mencederai rasa keadilan.

Gerakan ini sudah membuat Istana turut angkat bicara karena suara masyarakat begitu nyaring.

-Iklan-

Di tengah gelombang kritik itu, nama Sri Sultan Hamengku Buwono X muncul sebagai teladan. Beberapa waktu lalu, sebuah video viral memperlihatkan mobil dinas Sultan melaju di jalan tanpa strobo, tanpa sirene, bahkan tanpa pengawalan.

Banyak warganet kemudian membandingkan sikap Sultan dengan sejumlah pejabat lain yang kerap menggunakan fasilitas pengawalan meski situasi tidak darurat.

Pemerintah Daerah DIY menegaskan bahwa mobil dinas Sultan tidak dilengkapi strobo.

“Sultan juga jarang menggunakan pengawalan dalam perjalanan dinasnya,” kata Ditya Nanaryo Aji, Koordinator Humas Kominfo DIY.

Meskipun begitu ada kondisi tertentu ketika pengawalan tetap diberikan, misalnya saat Sultan masuk dalam rombongan pejabat pusat atau menyambut tamu negara. Namun, Sultan sendiri tidak pernah meminta pengawalan rutin, dan hal ini dianggap publik sebagai sikap rendah hati seorang pejabat tinggi daerah.

Secara hukum, penggunaan strobo dan sirine diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam aturan tersebut, lampu isyarat dan sirene hanya boleh dipakai oleh kendaraan tertentu, yakni ambulans, pemadam kebakaran, kendaraan polisi, serta pengawalan pejabat negara yang memang ditetapkan oleh undang-undang. Di luar itu, penggunaan strobo adalah pelanggaran.

Hal ini juga ditegaskan dalam kajian hukum bahwa penyalahgunaan sirine dapat dikenai sanksi pidana maupun denda.

Namun masalahnya, sejumlah penelitian menunjukkan penegakan hukum seringkali lemah. Sebuah skripsi di UIN Jakarta berjudul “Penegakan Hukum terhadap Penyalahgunaan Lampu Strobo dan Sirine Rotator pada Mobil Pribadi” menyimpulkan bahwa aparat sering kesulitan menindak karena faktor pembuktian di lapangan dan rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Hal senada juga ditemukan dalam penelitian di Polres Bogor yang diterbitkan di ResearchGate, bahwa masih banyak kendaraan pribadi memasang strobo tanpa izin, dan penegakan hukum membutuhkan penguatan regulasi teknis serta edukasi publik.

Kenyataan ini membuat gerakan Stop Tot Tot Wuk Wuk tidak sekadar tren media sosial, melainkan cermin tuntutan masyarakat agar aturan ditegakkan tanpa pandang bulu.

Bagi masyarakat, teladan Sultan HB X menunjukkan bahwa pejabat bisa tetap dihormati tanpa harus minta prioritas di jalan. Sikap sederhana tersebut justru membuat beliau semakin dihargai rakyatnya. Keselamatan dan ketertiban lalu lintas harus menjadi prioritas bersama.

Sirene bukan untuk gaya, strobo bukan simbol kekuasaan, dan jalan raya adalah ruang publik yang harus diperlakukan adil bagi semua.

Masyarakat berharap, ketegasan aparat dalam menindak pelanggaran, ditambah teladan dari pejabat seperti Sultan HB X, bisa memutus budaya arogansi di jalan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here