25 Ramadhan 40 H, Mengenang Syahidnya Imam Ali Bin Abi Thalib Ra, Awal Munculnya Radikalisme Dalam Islam.
KOLOM
Penulis:
Nurul Azizah
Sayyidina Al bin Abi Thalib, khalifah keempat khulafaur Rasyidin dibunuh oleh seorang khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam pada tanggal 26 Januari 661 M bersamaan dengan 25 Ramadhan 40 H di Masjid Agung Kufah, Irak.
Sayyidina Ali adalah khalifah (pemimpin) yang ketiga kalinya dibunuh setelah Umar dan Utsman, mereka bertiga mati syahid karena terbunuh.
Berikut ini kilas balik terbunuhnya Sayyidina Ali Ra oleh Prof. Dr. KH Said Agil Siradj, MA.
Sayyidina Ali khalifati Rasulillah amirul mu’minin dibunuh ketika akan mengimami sholat shubuh.
Yang membunuh Sayyidina Ali bukan orang Yahudi, bukan orang Nasrani, dan bukan orang Majusi.
Abdurrahman bin Muljam At Tamimi, siapa dia? Dia dijuluki qoimul lail, shoimun nahar, hafidzul qur’an. Artinya Abdurrahman bin Muljam setiap malam sholat tahajut, setiap hari puasa, dan hafal Al-quran.
Sayyidina Ali mengambil keputusan penting hasil musyawarah dan bukan dari dari hukum Al-quran.
“Barang siapa yang mengambil hukum tidak dari Al-Quran adalah kafir, kalau kafir halal darahnya, harus dibunuh Ali ini,” itulah yang ada dibenak Abdurrahman bin Muljam.
Abdurrahman bin Muljam membunuh Sayyidina Ali Ra Al-Mubasyarina bil jannah, sihru Rasulillah, awwalu man aslama minassbyan, fatihu khaibar artinya Sayyidina Ali karamallahu wajhah, suaminya Sayyidatina Fatimah binti Rasulillah, beliau remaja pertama yang masuk islam, sudah dipastikan masuk surga.
Abdurrahman bin Muljam anak kemaren sore sudah berani mengkafirkan Sayyidina Ali, ini artinya orang ini baca Al-qur’an, hafal Al-qur’an tetapi tidak faham substansi. Membaca Al-quran sebatas di mulud saja tidak melewati tenggorokan.
Inilah radikalisme pertama kali dalam islam yang terjadi pada tahun 40 H.
Khawarij adalah salah satu sekte yang memberi banyak pengaruh terhadap ekstrimisme dalam tubuh islam.
Khawarij menurut wikipedia adalah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya.
Keberadaan mereka sempat mengubah ajaran protret islam yang rahmatan lil alamin menjadi wajah intoleransi dan penuh kebencian terhadap sesama muslim.
(Nurul Azizah)
