SintesaNews.com – Komandan Lantamal X/Jayapura Brigjen TNI (Mar) Freddy Jhon Hamonangan Pardosi, S.E.,S.H.,M.M., menghadirkan harapan baru, bahwa kekuatan militer Indonesia di daerah Papua dapat tampil lebih membumi, humanis dan bersahabat dengan rakyat.
Brigjen TNI(Mar) Pardosi menjabat sejak pada 6 Desember 2024, langsung mengubah paradigma relasi antara institusi militer dan masyarakat sipil. Ia tidak datang dengan simbol kekuasaan, melainkan dengan semangat kolaborasi. Sosoknya yang rendah hati namun tegas membuatnya diterima bukan hanya di forum resmi, tetapi juga di masyarakat adat dan tempat sakral bagi masyarakat Papua untuk berdiskusi.
Berpengalaman dalam berbagai penugasan dari misi kemanusiaan di Somalia hingga penjaga perdamaian di Lebanon, tidak menjadikannya berjarak. Justru dari pengembaraan itulah lahir pemahaman bahwa kekuatan sejati militer adalah ketika ia mampu merangkul bukan menaklukkan. Konsep tersebut kini beliau praktikkan di Bumi Cenderawasih.
“Memimpin Itu harus dengan pendekatan yang tidak lazim dalam konteks militer konservatif tetapi memprioritaskan keterlibatan masyarakat adat serta memberdayakan warga pesisir dan menggagas perubahan simbolik yang berarti, seperti penggantian nama institusi dengan istilah lokal yang lebih akrab bagi rakyat Papua. Sikap ini mencerminkan sensitivitas budaya dan kesadaran geopolitik yang kuat,” ucapnya.
Setiap Langkah terlihat jelas bahwa Brigjen Pardosi menjalankan garis besar kebijakan Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Dr. Muhammad Ali, yang menekankan kekuatan pertahanan berbasis rakyat, ekosistem,dan budaya. Melalui program Kampung Bahari Nusantara dan kolaborasi internasional seperti dengan Seychelles Lantamal X bergerak aktif tidak hanya dalam menjaga keamanan, tetapi juga menggerakkan ekonomi biru dan pelestarian laut.
Kepemimpinan seperti ini sejalan dengan visi besar Presiden Prabowo Subianto dalam ASTA CITA: memantapkan sistem pertahanan yang mandiri, adaptif dan terintegrasi dengan kekuatan pembangunan nasional. Artinya,Brigjen (Mar) Pardosi tidak hanya menjalankan perintah, tetapi mewujudkannya dalam bentuk yang paling kontekstual dan tepat sasaran.
Apresiasi dari tokoh adat, masyarakat, hingga akademisi terhadap kiprah Brigjen Pardosi adalah cermin bahwa kehadiran militer dapat dirasakan sebagai pengayom,bukan ancaman. Di saat dunia berbicara tentang pendekatan keamanan non-tradisional, Indonesia telah memiliki teladan yang hidup di Jayapura.
Namun,di tengah semua keberhasilan ini,muncul satu suara yang patut dicatat oleh para pengambil kebijakan: permintaan masyarakat agar Brigjen (Mar) Pardosi tidak cepat dipindahkan. Sebuah sinyal bahwa kesinambungan kepemimpinan yang berhasil sangat penting bagi stabilitas sosial dan keberhasilan program lintas sektor.
Brigjen (Mar) Pardosi adalah gambaran nyata dari wajah baru TNI yang dicintai rakyat. Ia bukan sekadar perwira tinggi yang menegakkan kedaulatan, tetapi juga pelayan masyarakat yang membawa kepercayaan dan kedamaian. Kita berharap negara mendengar suara Papua dan memberi ruang lebih panjang bagi pemimpin seperti ini untuk berkarya.
Papua membutuhkan pemimpin yang mengerti bukan hanya strategi perang, tapi juga bahasa hati. Dan Brigjen (Mar) Pardosi telah menjawabnya dengan teladan. (Edo)