Mbah Maimoen Zubair dan Inspirator di Bulan Oktober

Penulis: Nurul Azizah

Bulan Oktober telah datang, senang sekali rasanya menyambut bulan penuh kenangan dan kebahagiaan. Rasanya tidak ingin terlewatkan momen indah di Bulan Oktober. Kebetulan penulis lahir di bulan Oktober, banyak kenangan indah dan menyedihkan yang tidak akan pernah penulis lupakan. Terutama kenangan terhadap orang-orang yang penulis sayangi sepanjang hidup ini.

Bapak dan Ibu

-Iklan-

Yang pertama bapakku yang lahir di bulan Oktober, beliau guru dan bagian dari nyawaku. Beliau sederhana dan bersahaja, istiqomah dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT.

Tidak pernah mengeluh tentang kehidupan, yang ada kebahagiaan terpancar di wajahnya. Guru ngaji, petani dan wirausahawan ini sangatlah tangguh menjalani kehidupan. Sering ikut sholat berjamaah di masjid atau mushola. Puasa sunah hari Senin dan Kamis selalu dijalankan. Setiap putra putrinya mempunyai hajat, entah itu ujian, wisuda, pernikahan dan hajat lainnya bapak selalu puasa sunah agar hajat anak-anaknya diijabah oleh Allah SWT. Beliau sudah dipanggil oleh Allah SWT pada usia 83 tahun, insyaallah dalam kondisi Husnul khatimah. Beliau meninggal karena kecelakaan di jalan raya setelah menjalankan sholat dhuhur dan meninggal dunia sebelum waktu asyar tiba. Kematian yang dirindukan oleh hamba Allah yaitu tidak meninggalkan waktu sholat fardhu.

Ibuku juga ditakdirkan meninggal pas hari ulang tahunku, 6 Oktober 2020 pada usia 78 tahun. Beliau menunggu kehadiranku untuk dituntun menyebut asma Allah di akhir hidupnya. Tanggal 6 Oktober kala itu saya izin untuk mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) yang kebetulan jatuh tempo pada tahun tersebut. Maka saya sempatkan ke Samsat keliling di mana saya berdomisili. Selesai mengurus perpanjangan SIM saya langsung menemui ibu yang sedang sakaratul maut. Sampai rumah saya bergegas ambil air wudhu dan membaca surat Yasin di samping ibu. Kakak kandungku yang hafal Al-Qur’an berseru. “Ganti jaga ibu, jangan sampai pembacaan ayat suci Al-Qur’an terputus, lanjutkan nanti gantian yang lain, jangan sampai tidak ada yang jaga dan tuntut mengingat Allah di akhir hidupnya,” tutur kakakku. Tanpa pikir panjang sayapun langsung menuntun ibu menyebut asma Allah. Saat ibu wafat yang membisikkan lafal Allah Allah Allah di telinganya adalah saya, jadi sayalah orang yang tahu persis ibu menghembuskan nafas terakhir.

Oh ya di akhir hayatnya ibu sering keluar masuk rumah sakit, karena sakit yang dideritanya. Penyakit karena usia sudah senja, yaitu usia 78 tahun. Jadi ketika rumah sakit sudah berusaha mengobati tetapi tidak kunjung sembuh, akhirnya ibu dirawat oleh kakak-kakakku di rumah. Sambil terus dilantunkan bacaan Al-Quran dan ada bidan dan dokter yang merawat di rumah, mereka masih famili.

Nurul Azizah

Mbah Moen

Simbah Kiai Haji Maimun Zubair yang akrab disapa Mbah Moen adalah seorang ulama besar dan politikus Indonesia yang wafat pada 6 Agustus 2019 di Mekkah Arab Saudi. Beliau dikenal sebagai pemimpin pondok pesantren Al-Anwar Sarang Rembang serta pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Mustasyar Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU). Mbah Maimoen Zubair juga lahir di bulan Oktober 28 Oktober 1928. Mbah Moen penghafal berbagai kitab agama sejak kecil dan menimba ilmu dari berbagai ulama ternama, termasuk ulama dunia dari Mekkah. Mbah Moen lahir di bulan Oktober sama dengan bulan kelahiran saya dan bapak saya. Merupakan kebanggaan sendiri mana kala ulama besar ini bisa menjadi panutan dan teladan yang baik. Selain pemimpin ponpes yang menjadi pusat pengajian dan rujukan bagi santri dari berbagai daerah, Mbah Moen adalah seorang politikus. Mbah Moen pernah menjabat sebagai anggota DPRD Rembang dan anggota MPR RI.

Mbah Moen pernah dawuh (memberikan nasehat) adanya bulan Oktober yaitu ‘kalau mau membuka usaha mulailah di bulan Oktober‘.

“Usaha segala apapun cari kemajuan mulailah di bulan Oktober. Oktober itu Syitarihlatasy-syita’i was saif“. Mencari mata pencaharian bagusnya dimulai pada bulan Syita, syita itu artinya posisi matahari berada di selatan khatulistiwa yaitu yang jatuh di bulan Oktober.

“Syita” mengacu pada musim dingin dan kondisi ketika matahari berada di selatan khatulistiwa. Fenomena ini terjadi saat belahan bumi bagian selatan condong ke arah matahari. Menyebabkan hari-hari terpendek dan malamnya terlama di belahan bumi utara (musim dingin), dan sebaliknya hari-hari terlama di belahan bumi selatan (musim panas).

Sahabat

Satu lagi yang istimewa dalam kehidupan saya, yaitu teman akrab yang saya anggap kakak dan saudara sendiri. Beliau biasa dipanggil Bu Dewi, meninggal karena penyakit cancer pada usia 59 tahun.

Bukan saudara tetapi teman mengajar yang sudah lebih dari saudara. Beliau inspiratif saya untuk terus berkarya di dunia jurnalistik. Perempuan hebat ini seorang dosen juga penulis. Seorang motivator yang luar biasa di bidang keagamaan dan dunia tulis menulis. Setidaknya ada buku yang menurut orang sangat sederhana tetapi bagi saya itu luar biasa. Nasehat itu nyata dan masuk akal. Tidak pura-pura dan selalu tampil sehat dan gembira. Suka bersedekah baik berupa uang, barang dan postingan di WhatsApp maupun Facebook nasehat sederhana tapi penuh makna.

Bu Dewi istri seorang dokter tidak pernah sedikitpun mengeluh kalau dia punya penyakit berat, yaitu cancer payudara. Penulis pun tahu setelah beliau wafat di panggil oleh Allah SWT, tepatnya 13 Juni 2025. Saya pun kehilangan sosok inspiratif satu ini. Selama 5 tahun beliau sakit, sedikitpun tidak pernah bercerita kepada saya. Padahal saya dan anak-anak sering berkunjung ke rumahnya sekedar bertemu dan saling berbagi pengalaman apa saja. Bu Dewi lah orang yang selalu memotivasi saya untuk terus menulis. Buku pertama saya yang berjudul “Muslimat NU di Sarang Wahabi” beliau borong 10 buah untuk dibagi-bagikan ke saudara dan teman. Menyusul buku ke 2 lanjutan buku pertama yang berjudul “Muslimat NU Militan Untuk NKRI” beliau tetap membeli beberapa buku untuk dibagikan ke saudara.

Sekarang ini, buku saya ke tiga yang berjudul “Dari Perempuan NU Untuk Indonesia” sudah terbit bulan Agustus 2025. Awalnya saya berkeinginan untuk mempersembahkan ke bu Dewi tetapi beliau sudah kapundut menghadap Allah SWT. Semoga beliau husnul khatimah. Tidak ada kabar apapun, tiba-tiba ada kabar beliau wafat, padahal dua bulan sebelum beliau wafat, saya sempat main ke rumahnya sambil berbincang apa saja.

Sekarang bu Dewi tidak akan lagi mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya di bulan Oktober tahun ini. Setiap dini hari tanggal 6 Oktober beliau selalu mengucapkan selamat ulang tahun lewat WhatsApp, dan itupun akan menjadi kenangan indah yang tak terlupakan. Oh ya beliau juga lahir 8 Oktober, sesama pemilik bintang libra.

Dari Mbah Moen, bapak ibu saya serta bu Dewi saya terinspirasi dengan adanya bulan Oktober. Merekalah yang Allah pilih untuk menginspirasi saya sebagai seorang pendidik, penulis yang suka belajar ilmu agama dan politik.

Alhamdulillah saya sudah pernah berziarah ke makam Mbah Moen di taman makam Ma’la walau dari pagar tepi jalan, karena peziarah putri dilarang masuk. Saya juga sering berziarah ke makam orang tua dan bu Dewi. Semoga beliau-beliau Husnul khatimah makamnya menjadi roudhoh min riyadhil Jannah.

Saya sudah berziarah ke makam-makam orang Sholeh sholehah, semata-mata untuk mengingat bahwa setiap yang bernyawa suatu saat pasti mati. Dan kita menyiapkan bekal menuju jalan-Nya.

Semoga bulan Oktober ini tidak berlalu begitu saja. Banyak momen yang harus diisi dan ditorehkan dalam tulisan. Semoga bermanfaat dari apa yang bisa saya tulis di bulan Oktober ini.

Nurul Azizah penulis buku “Dari Perempuan NU Untuk Indonesia”

Pesan bukunya: 085810220132

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here