Negara yang Dikelola Para Pedagang

Penulis: Dahono Prasetyo

Menciptakan lapangan kerja menjadi salah satu janji politik paling brilian untuk menggaet dukungan warga pemilih pemula. Mereka yang baru memasuki fase dari lulus sekolah ke tanggung jawab hidup selanjutnya tidak menyadari bahwa janji itu bak permen karet. Manis dikunyah susah dan pahit saat ditelan.

19 juta lapangan kerja yang dikumandangkan pada mimbar kampanye menjadi anomali. Berubah menjadi PHK 80 ribu pekerja di tahun 2024 dan diprediksi melonjak 120 ribu angka pecatan buruh pada 2025 di berbagai daerah.

-Iklan-

Lalu semua pura-pura pilon, sembari bersabda : “Anak muda harus bisa menciptakan lapangan kerja, jangan cuma mencari kerja!!”

Ketika negara tidak mampu melayak-kan generasi mudanya, maka generasi penguasa kebijakan sekarang sedang mewariskan kegagalannya. Negeri dengan limpahan SDA gagal mengelolanya menjadi jalan kesejahteraan.

82% pendapatan negara berasal dari pajak menjadi ketidakmampuan Pemerintah mengelola SDA. Hasil keringat kerja dan aset kepemilikan wajib setor ke pemerintah hanya menyamarkan dari bahasa upeti menjadi pajak.

Memperlakukan tambang dan hasil bumi serupa komoditas dagang selalu dekat dengan lomba menjual sebanyak-banyaknya, secepat mungkin jadi cuan. SDA yang seharusnya diperlakukan sebagai aset bangsa, dikelola sendiri untuk kemaslahatan bersama, itu cerita komik.

Para pencari kerja aset juga, mereka yang ingin membahagiakan keluarganya harus berhadapan pada sistem yang justru memperdaya mereka. No connection, no job.

Hoppeles menjadi dendam sosial pada pengumbar janji. Mereka hanya butuh pekerjaan, tidak menuntut bergaji tinggi. Celakanya mereka disuguhi berita kabar orang-orang bergaji tinggi yang rakus tertangkap korupsi.

Membayangkan hasil sitaan korupsi ratusan triliun untuk membuka lapangan pekerjaan, itu halusinasi halus.
Berharap konglomerat membantu modal kerja, serupa angan-angan terbawa angin.

Bahwa kemakmuran negara tidak diukur dari berapa banyak gedung pencakar langit dibangun. Berapa ribu mobil mewah berseliweran di jalan.

Tapi seberapa mampu negara bisa mengentaskan kemiskinan warganya. Yang terjadi mereka asik memelihara kemiskinan yang bermanfaat untuk siklus suksesi 5 tahunan.

Para pencari kerja dan pengangguran, mereka wajib membayar pajak juga. Entah dengan sisa keringat atau air matanya usai mengeluh kepada Tuhan.

Paham nggak Wi.. dan Wo..??

@Dahono Prasetyo

Baca juga:

Indonesia Menuai

1 COMMENT

Leave a Reply to Indonesia Menuai | SintesaNews Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here