Penulis: Dahono Prasetyo
Media sosial menjadi platform digital yang bisa menghasilkan pendapatan finansial bagi pelakunya. Akun-akun penghasil rupiah hasil jerih payah menyebar narasi konten ke publik dianggap aktifitas ekonomi.
Bagi pemerintah yang berhaluan kapitalisme, aktifitas media sosial harus dikenakan pajak dengan alasan berbagi kesejahteraan ekonomi. Haram bagi pemerintah saat tumbuh calon kapitalis-kapitalis kecil melalui dunia medsos.
Mengapa bukan platform digitalnya yang dikenakan pajak? Kalaupun sudah, mengapa penggunanya menjadi bagian dari objek pajak?
Sejumlah pertanyaan atas kebijakan pajak menggantung di langit krisis moneter. Suatu saat mesti diunduh dengan slogan “Orang Bijak Taat Pajak”. Sementara pertanyaan lain: di mana keadilan ekonomi bagi para penderita pajak dibiarkan bergelayut. Menjadi kunang-kunang penghias pesta kaum pengatur pajak.
Dengan alasan alpa membayar pajak, seorang pemilik sah sebidang tanah bisa kehilangan haknya. Diambil alih negara untuk “dijual” lagi atau membayar denda yang pasti berlipat. Pilihan yang sulit bagi warga yang sudah kebingungan sarat pajak tak mampu membayar. Hidup hanya cukup untuk makan.
Dalam teori ekonomi, sebuah negara yang sebagian besar pendapatan negara didapat dari pajak dipastikan sedang terlilit hutang. Karena jaminan hutang adalah pajak yang harus didulang setinggi-tingginya.
Indonesia menjadi negara penderita jebakan hutang dalam rangka pembangunan. Meskipun pajak di segala bidang diterapkan, bukan semakin berkurang jumlahnya justru bertambah. Tiap tahun hanya cukup untuk membayar bunganya.
Punya ide mulia memberi makan bergizi gratis harus bergantung pengajuan hutang baru. Celakanya APBN terus direcokin membangun IKN yang entah kapan selesainya. Sementara harta sitaan koruptor yang katanya nilainya ratusan triliun hanya berupa catatan headline berita. Disimpan kemana dinikmati siapa dan untuk apa, cuma menambah pertanyaan yang hanya membentur jidat penegak hukum. Boro-boro masuk jidat.
Menyuarakan kebobrokan butuh nyali dan mengungkap borok butuh nyawa dobel jika tidak ingin seperti diplomat Kemenlu yang tewas dilakban, Staff kemendagri mengambang di sungai dengan kepala hancur atau ASN Bapeda Semarang yang mati dimutilasi sebelum bersaksi di sidang korupsi.
Mari bersuara, meskipun lirih tapi Tuhan pasti dengar
–
Dahono Prasetyo
Pilih yang kamu suka. Beli, klik di sini.