Penulis: Nurul Azizah
Menyongsong Hari Santri Nasional 22 Oktober 2025, tiba-tiba penulis teringat akan peristiwa resolusi jihad yang dikeluarkan oleh pengurus NU di Surabaya yaitu tanggal 22 Oktober 1945. KH. Hasyim Asy’ari bersama ribuan santri melawan Sekutu (Inggris) dan Belanda yang ingin kembali menguasai bangsa Indonesia. Para santri ikut andil dalam usaha-usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kiai Hasyim Asy’ari dengan gagah berani memimpin pasukan (para santri) dan mengajak seluruh komponen masyarakat terutama kaum santri untuk jihad melawan Sekutu dan Belanda yang ingin menguasai kembali bangsa Indonesia.
Setelah 80 tahun Indonesia merdeka santri tidak hanya yang sedang mondok di pesantren saja. Para alumni pondok pesantren telah menyebar di masyarakat dengan berbagai profesi. Ada yang menjadi Presiden seperti Gus Dur, ada yang menjadi wakil presiden (Kiai Amin Ma’ruf), menteri, duta besar, ada yang menjadi tentara, polisi, dokter, perawat, menjadi guru, dosen, pengacara, hakim, jurnalis pengusaha, pedagang, petani, nelayan, dan lain-lain profesi. Dalam kondisi apapun mereka para santri harus selalu memegang ajaran Islam Rahmatan Lil Alamin. Yaitu ajaran Islam yang dibawa oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
Selain itu santri harus bisa menjaga ukhuwah islamiah, ukhuwah basyariyah dan ukhuwah wathoniyah. Ukhuwah islamiah itu menjaga persaudaraan sesama pemeluk agama Islam. Ukhuwah wathoniyah itu persaudaraan sesama anak bangsa. Sedangkan ukhuwah basyariyah adalah persaudaraan karena sesama manusia.
Apakah para santri sudah memegang ajaran tersebut di atas? Kayaknya perlu direnungkan lagi. Akhir-akhir ini beberapa santri turun di jalan karena membela kehormatan kiainya. Ya boleh dan wajib hukumnya membela kehormatan kiai yang telah diekspos di media televisi swasta nasional. Tapi sampaikanlah dengan baik bil hikmah. Apalagi dari pihak televisi sudah minta maaf dan sowan langsung ke kiai di pondok pesantren.
Penulis merasa sedih saja, ada kelompok tertentu yang mengatas namakan Banser dan Pemuda Anshar “ancam menggorok leher dan halalkan darah sekalipun sesama muslim.” Sedih saja melihatnya. Bagi orang awam mereka tahunya ya santri, tapi kok “ngamuk” dengan kata-kata tak terkendali. Apalagi perkataan itu telah direkam dan posting di banyak platform media sosial.
Menurut penjelasan dari NU Online dan sumber Islam lainnya, prilaku marah tidak terkendali, terutama sampai mengamuk dan berbuat kerusakan atau menyakiti orang lain, hukumnya tercela (maksiat) dan dilarang dalam Islam.
Seorang santri yang mampu menahan amarah sebagai orang yang kuat iman dan emosinya. Marah apa tidak boleh? Boleh saja. Dalam ajaran Islam ada marah yang diperbolehkan jika didasari dengan syari’at Islam, bukan karena urusan emosional yang meletup-letup, tapi harus bisa menahan diri. Dalam kondisi marah harus tetap menjaga bagaimana kemarahan ini dikelola dengan cara yang benar dan tidak destruktif. Belajarlah dari kemarahan Rosulullah yang tidak pernah marah hanya untuk meluapkan emosi pribadi, tetapi hanya marah jika syari’at Islam dilanggar.
Dengan demikian seorang santri atau muslim yang mudah marah, mudah mengamuk perlu segera mengendalikan amarahnya dan bertobat dari perbuatan yang merugikan orang lain.
Kalau ingin menjadi santrinya Simbah Kiai Haji Hasyim Asy’ari tentunya memiliki ciri sebagai santri yang baik, ini akan tampak pada kematangan pribadi, yang tidak mudah emosi, ora ngamukan, bersikap objektif dan berjiwa pemaaf.
Kalahkan kemarahan dengan cinta kasih, kalahkan kejahatan dengan kebajikan. Kalau sampai ada santri masih suka ngamuk berarti dalam jiwanya masih ada sikap sombong. Jadi santri itu ora ngamukan tetapi bisa menata diri.
Siapapun yang berakhlak seperti santri dan yang asli santri serta alumni pondok pesantren harus terus menjaga ajaran poro alim ulama penerus ajaran Islam yang dibawa Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Status santri harus terus melekat sampai akhir hanya, ora ngamukan dan bisa mengendalikan diri.
Jangan pernah ada istilah mantan santri atau malah menjadi santri tapi menyesatkan diri. Tidak menjalankan ajaran Islam, tidak patuh pada kiai, berani sama orang tua atau melupakan jasa orang tua. Jadilah santri yang berkarakter ahlusunah wal jamaah dan terus belajar banyak hal tanpa berhenti. Kejar cita-cita dan harapan setinggi langit.
Selamat hari Santri, 22 Oktober 2025 jadilah santrinya Simbah Kiai Haji Hasyim Asy’ari, tabah dalam setiap ujian, rajin ibadah, rajin sedekah, dan beramal sholeh. Menjaga kemurnian agama dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI Harga Mati dan Pancasila Jaya di negeri tercinta.
Nurul Azizah penulis buku ‘Muslimat NU Militan Untuk NKRI dan dari Perempuan NU untuk Indonesia”
