SintesaNews.com JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan menyelenggarakan International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 pada Rabu–Kamis, (11–12 Juni) di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta. Dan dibuka langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono.
Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa strategi pembangunan infrastruktur nasional saat ini sepenuhnya sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto, yang menitikberatkan pada lima prioritas utama: ketahanan pangan dan air, penyediaan energi bersih, konektivitas nasional, pembangunan kota tangguh dan inklusif, serta pembiayaan inovatif dan kemitraan global.

Mengangkat tema “Sustainable Infrastructure for the Future: Innovation and Collaboration” menjadi platform strategis untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam pembangunan infrastruktur nasional yang berkelanjutan dan tangguh terhadap perubahan iklim.
“Lima prioritas strategi infrastruktur yang kami jalankan sepenuhnya sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto. Kami membangun ketahanan pangan melalui rehabilitasi irigasi, bendungan, dan jaringan penyimpanan air, serta memastikan konektivitas lewat pembangunan jalan tol dan infrastruktur transportasi yang menghubungkan sentra ekonomi dan pertanian. Kami juga mendorong penyediaan energi bersih, mempercepat digitalisasi, dan membangun kota-kota yang tangguh serta inklusif. Semua ini didukung pembiayaan inovatif dan kemitraan lintas sektor agar setiap program benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan memperkuat daya saing Indonesia di masa depan,” ucap Agus Harimurti Yudhoyono.
Sementara itu Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, memberikan pidato kunci di hadapan ribuan peserta dan delegasi internasional sekaligus menutup secara resmi kegiatan ini. Beliau menegaskan arahan dalam semangat membangun Indonesia di masa depan.
“Kita harus mengejar ketertinggalan kita dengan perkembangan yang begitu dahsyat di dunia saat ini. Kita bertekad bahwa kita bisa mengejar ketertinggalan itu, karena kehendak kita jelas, kehendak kita kuat, dan pemahaman kita terhadap keadaan juga jelas. Sekarang tinggal mempersatukan kehendak tersebut, mempersatukan kolaborasi, dan bekerja dengan semangat optimisme, bekerja dengan kehendak yang kuat.” ujar Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Anggota Komisi V DPR RI, Sudjatmiko, S.T. hadir pada kegiatan International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 mengatakan, bahwa momentum penting untuk menyatukan pemikiran dan memperkuat sinergi antara para pemangku kepentingan di sektor infrastruktur baik dari pemerintah, BUMN, swasta, hingga akademisi. Konferensi ini tidak hanya membahas proyek fisik, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya keberlanjutan, pendanaan yang sehat, serta peran teknologi dan inovasi dalam pembangunan. Saya melihat acara ini sebagai forum strategis yang mampu menghasilkan solusi konkret atas tantangan pembangunan infrastruktur nasional.
“Perkembangan infrastruktur di Indonesia telah mengalami transformasi besar dari masa ke masa. Jika kita melihat ke belakang, pembangunan infrastruktur pada era awal kemerdekaan lebih fokus pada perbaikan dasar dan konektivitas antarwilayah. Memasuki era Orde Baru, fokus mulai bergeser ke pembangunan jalan nasional, pelabuhan, dan irigasi.
Pada era reformasi hingga kini, terutama dalam satu dekade terakhir, pembangunan infrastruktur mengalami akselerasi signifikan mulai dari jalan tol trans-Jawa dan luar Jawa, proyek perkeretaapian seperti LRT dan MRT, hingga pengembangan pelabuhan dan bandara di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kuantitas, tetapi juga keadilan dan pemerataan antar wilayah,” kata Sudjatmiko saat ditemui selesai acara.
Lebih lanjut Sudjatmiko menyampaikan bahwa beberapa tantangan utama yang dihadapi pada Komisi V. Pertama adalah masalah pembebasan lahan yang sering kali menghambat percepatan proyek. Kedua, koordinasi antar-instansi pusat dan daerah yang belum optimal. Ketiga, soal ketahanan pendanaan dan efisiensi dalam pelaksanaan proyek, yang masih perlu ditingkatkan.
“Selain itu, kita juga harus memastikan bahwa pembangunan infrastruktur tidak hanya cepat dan masif, tetapi juga berkualitas, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Tantangan lainnya adalah meningkatkan partisipasi swasta dalam skema pembiayaan infrastruktur, tanpa membebani APBN secara berlebihan,” imbuhnya.
Beliau menekankan, untuk terkait BUMN Karya telah menjadi ujung tombak pembangunan infrastruktur nasional. Namun, kita tidak bisa menutup mata bahwa pendanaan mereka semakin tertekan, terutama akibat tingginya beban utang dan tekanan keuangan pasca pandemi.
“Pendanaan yang terlalu bergantung pada pinjaman perbankan dan penerbitan obligasi harus mulai diimbangi dengan skema yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Komisi V mendorong agar pemerintah memberi kejelasan arah restrukturisasi keuangan BUMN Karya, termasuk perbaikan tata kelola, agar mereka tetap sehat dan dapat menjalankan proyek strategis nasional dengan efisien,” pungkasnya. (Edo)