Surat Terbuka untuk “Gubernur Medsos” Jawa Barat: Like Bukan Legitimasi, Story Bukan Demokrasi!
Kepada Yth:
Bapak Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pak Gubernur,
Kami mendengar pernyataan Anda: “Media sosial lebih penting daripada media massa.” Sederhana tapi menyesakkan dada.
Apakah sekarang kebenaran cukup diukur dari view dan like? Apakah demokrasi cukup dikendalikan dengan story 15 detik tanpa verifikasi?
Bapak Gubernur,
UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 3 ayat (1) menyatakan:
“Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.”
Pasal 4 ayat (3) menyatakan dengan tegas:
“Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Apakah Anda ingin mengganti pasal-pasal itu dengan tombol “share” dan “comment”?
Apakah kami para wartawan, harus ikut antre untuk menyalin ulang narasi dari akun TikTok Anda, agar dianggap mendukung pembangunan Jawa Barat?
Pak Gubernur,
Kami ingatkan, media sosial hanyalah etalase, bukan ruang kontrol. Anda boleh viral setiap hari, tetapi viralitas bukan ukuran transparansi, apalagi tanggung jawab publik.
Saat kami mewawancarai rakyat kecil, saat kami menulis keluhan masyarakat pinggir kota, saat kami menyuarakan ketidakadilan, itu adalah bagian dari tugas pers yang dijamin undang-undang. Tugas kami bukan menambah like Anda, tapi memastikan kebijakan Anda adil untuk semua rakyat.
Kami bukan buzzer. Kami bukan admin konten. Kami bukan humas kekuasaan.
Jika media hanya dipandang sebelah mata, lalu Anda berharap kritik dan koreksi dari mana? Atau Anda sudah merasa cukup dengan puja-puji netizen di kolom komentar yang penuh emoji dan sticker?
Kami menuntut klarifikasi dari Anda. Bukan sekadar klarifikasi untuk pers, tetapi untuk publik Jawa Barat yang Anda pimpin.
Pers bukan pesaing akun medsos Anda. Pers adalah pilar demokrasi, pilar yang Anda injak dengan pernyataan Anda. Jika hari ini Anda meremehkan pers, esok lusa rakyat akan tahu Anda sedang menyiapkan panggung untuk tepuk tangan sendiri.
Pak Gubernur,
Demokrasi itu kritik, bukan konten. Transparansi itu klarifikasi, bukan gimmick. Keadilan informasi itu akses terbuka untuk semua media, bukan hanya untuk akun pribadi Anda.
Kalau semua hanya disiarkan dari kamera selfie Anda, apa bedanya Jawa Barat dengan vlog pribadi Anda?
Hormati kami, hormati publik.
Kami akan tetap bekerja, meski Anda hanya percaya pada algoritma.
Hormat saya,
Dicky Machruzar Siregar
(Insan Pers yang percaya demokrasi bukan sekadar trending topic)