SintesaNews.com – Rame-rame soal dampak negatif pertambangan pada ekosistem, ada perusahaan sudah 40 tahun beroperasi adem-adem saja.
PT Freeport Indonesia menjadi perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di dunia, sekaligus penyumbang kerusakan hutan tropis di Papua Tengah. Limbah buangan material tambang usai diambil konsentratnya dialirkan ke sungai.
Miliaran rupiah dana Cost Recovery lingkungan tidak cukup untuk mengembalikan kerusakan 2 sungai besar dan lebih dari 40 anak sungai. Mereka menyebutnya tailing, berupa endapan material pasir dan bebatuan hasil buangan tambang emas dan tembaga.
Sungai menjadi dangkal, tanpa habitat. Serupa padang pasir yang membentang dari gunung sedang merambat pelan namun pasti menuju laut.
Proyek infrastruktur di Papua memanfaatkannya untuk pembangunan jalan ratusan kilometer. Beberapa perusahaan lokal menyulapnya menjadi batako.
Lumayan mengurangi deposit, namun tetep kalah cepat dengan kiriman 240.000 ton tailing baru perhari dari pusat produksi di Tembagapura.
Luas tailing dilaporkan lebih dari 23.000 hektar dengan kedalaman 7 meter, dari Tembagapura membentang 120 km dan tinggal kira-kira 40 km saja untuk mencapai Laut Aru.
Dilansir dari situs resmi Freeport id, sebanyak 2,6 juta pohon mangrove jenis Rhizopora Murona ditanam di beberapa pulau hasil endapan tailing. Rp1,6 miliar dana re-forestasi dikucurkan Freeport tiap tahun sejak 2004.
Salah seorang aktivis lingkungan meragukan keseriusan Freeport dalam menangani masalah tailing.
“Luas 23 ribu hektar tailing akan terus bertambah tiap hari. Area yang dulunya hutan sekarang telah menjadi padang endapan pasir. Kerusakan ekosistem lebih cepat meluas dibanding penanaman jutaan mangrove yang mustahil setahun langsung jadi hutan lagi,” ungkap Purbo Satrio jurnalis kontributor National Geographic Chanel.
Bagi yang pernah berkunjung di kota Mimika, panorama hamparan tailing disaksikan dari dalam pesawat memang sudah serupa kanker. Menjalar mencari tempat rendah dan melebar memenuhi hutan di sepanjang aliran sungai.
Ketinggiannya sudah melebihi kota Mimika hingga harus dibuat tanggul penahan. Gambaran ilustrasinya seperti bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo Jawa Timur
“Ini persoalan serius bagi Freeport dan Pemda setempat. Bagaimana menemukan teknologi untuk mengolah tailing menjadi material industri dalam skala besar,” imbuh Purbo
Wilayah Papua yang 90% berupa hutan tropis menjadi penyumbang terbesar oksigen bagi bumi. Paru-paru bumi ada di Papua, berkurangnya oksigen akan menganggu pernafasan semua mahluk dan rantai kebutuhan hidup.
–
Laporan Jurnalis: Dahono Prasetyo
Editor: Ernawan Sulistiyo