SintesaNews.com – Asosiasi Pengusaha Wellness dan Perawatan Kesehatan (Wellness and Healthcare Entrepreneur Association) atau WHEA, mempertanyakan kepada pemerintah, sampai kapan perizinan untuk spa dibekukan.
Hal ini disampaikan oleh Ketua WHEA Agnes Lourda Hutagalung kepada SintesaNews.com siang tadi, Jumat, 25/2/2022 di Gaya Spa, Jl. Wolter Monginsidi no 25, Jakarta Selatan.
Agnes menjelaskan bahwa industri spa kesehatan justru memberikan perawatan atau treatment yang baik untuk menjaga kesehatan tubuh di masa pandemi ini. Pemerintah masih kurang memahami banyak hal positif bagi Indonesia dalam industri spa wellness.
“Pemerintah selalu menyamaratakan industri spa kesehatan dengan industri spa sebagai kedok prostitusi. Industri spa yang benar-benar memberikan treatment positif dalam kesehatan menjadi ikut terdampak”, jelas Agnes Lourda, yang juga merupakan Founder Essentia Spa Academy.
Dengan alasan tersebut, Lourda menjelaskan bahwa seharusnya pemerintah tidak punya alasan untuk tidak memberikan izin kepada industri spa untuk menjalankan usahanya.
Industri spa sebenarnya adalah industri yang membantu pencegahan virus Covid-19. Dalam spa, ada treatment aromaterapi herbal yang dilakukan dengan cara inhalasi melalui hidung, yang akan diteruskan ke tenggorokan, lalu ke paru-paru.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa menghirup uap eukaliptus atau yang sering dianggap serupa dengan minyak kayu putih dapat meringankan gejala ringan pasien Covid-19. Hal tersebut juga yang dilakukan oleh industri spa dalam treatmentnya untuk membantu masyarakat kembali bugar melalui aromaterapi.
Masyarakat sebenarnya tidak perlu takut untuk datang ke tempat spa kesehatan karena industri spa kini telah menerapkan pedoman CHSE (Clean, Healthy, Safety, Enviroment).
Masalah yang dihadapi dalam industri spa dalam dua tahun terakhir ini adalah izin yang tidak diberikan oleh pemerintah pada usaha spa di Jakarta.
Padahal di tahun 2022 ini Indonesia ditunjuk sebagai penyelenggara G20, sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang berisi 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. “Seharusnya industri spa Indonesia dapat bersaing di kancah internasional dan menjadi tempat yang tepat untuk mempromosikan spa tradisional di mata dunia,” tegas Lourda.
“Peluang sudah di depan mata, namun hingga saat ini, izin masih dibekukan. Jadi, mau sampai kapan?” gugatnya.