SintesaNews.com – Khilafatul Muslimin menetapkan jenjang pendidikan menurut mereka sendiri. Masa tempuh belajar di SD hanya 3 tahun saja, SMP 2 tahun, SMA 2 tahun, lalu masuk ke 2 universitas yang mereka miliki di Bekasi dan NTB selama 2 tahun. Setelah menempuh pendidikan di universitas mereka mendapatkan Sarjana Kekhilafahan Islam.
Hal ini diungkapkan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Direskrimum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan, lembaga pendidikan yang mereka sebut pesantren ini kurikulumnya diatur oleh murabbi untuk masing-masing pimpinan pondok pesantren. Pimpinan pesantren itu dalam struktur organisasi Khilafarul Muslimin kata Hengki setara dengan Menteri Pendidikan.
Kurikulum pendidikan yang dibuat mereka berbasiskan khilafah dan tak pernah mengajarkan Pancasila maupum UUD 1945. Mereka juga diajarkan hanya taat kepada kholifah sedangkan kepada pemerintah Indonesia tidak wajib. Diajarkan juga bahwa sistem pemerintahan yang dikenal adalah khilafah dan diluar itu diajarkan sebagai sistem thogut, atau buatan setan maupun iblis.
“Semua lembaga pendidikannya tidak mengacu kepada perundang-undangan nasional. Apakah itu UU Sisdiknas maupun UU Pesantren. Memang dalam UU tersebut mewajibkan berazaskan Pancasila dan UUD 1945,” kata Hengki.
Untuk jenjang pendidikannya, Hengki menjelaskan, Khilafatul Muslimin menetapkan jajaran SD selama 3 tahun, SMP 2 tahun, SMA 2 tahun, lalu masuk ke 2 universitas yang mereka miliki di Bekasi dan NTB. Setelah 2 tahun menempuh pendidikan di universitas mereka mendapatkan Sarjana Kekhilafahan Islam.
“Selama 2 tahun mendapatkan gelar SKH, Sarjana Kekhalifahan Islam. Oleh karenanya, yayasan pendidikan yang didirikan itu adalah sebagai suatu alat, oleh karenanya aktanya kami sita sebagai instrumental delik atau alat kejahatan,” kata Hengki.
Temuan delik baru ini membuat pihaknya akan menetapkan Khilafatul Muslimin melanggar Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Undang-undang Pesantren.
“Perbuatan melawan hukum baru, yaitu terkait dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Di mana, kegitan mereka juga melanggar sisdiknas dan juga Undang-undang tentang Pesantren,” kata Hengki saat konferensi pers di Polda Metro, Jakarta, Kamis, 16 Juni 2022.