SintesaNews.com – Bak kembali ke era orde baru, pemerintah sekarang ini cukup sensi dan baper dengan pementasan seni dan teater yang dianggap bermuatan kritis sosial politik.
Pementasan teater bertajuk “Putra Sang Maestro” yang digagas oleh Butet Kartaredjasa, almarhum Djaduk Ferianto, dan Agus Noor, akhirnya tetap akan dipentaskan meski tanpa dukungan sponsorship.
Sumber SintesaNews.com mengabarkan bahwa pihak sponsor mendapat tekanan dari penguasa agar tidak mendukung pementasan ini.
Sebetulnya hal ini bukan hal yang mengagetkan, karena sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya juga tanpa dukungan produksi.
Dikutip dari tempo.co, kekosongan (sponsorship, red.) itu justru memicu semangat tim yang terlibat untuk tetap berdiri tegak dan menyapa para penonton setia mereka. Dengan komitmen kuat, para seniman yang tergabung dalam Indonesia Kita bersepakat untuk menyelenggarakan pertunjukan tanpa kendala, meski harus mengumpulkan dana secara kolektif dan memangkas biaya produksi. Mereka hadir dengan satu tujuan: mempertahankan nilai-nilai kebangsaan melalui seni yang otentik dan menyentuh hati.
Pementasan “Putra Sang Maestro” ini dihelat Pada 14 dan 15 November 2024 di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Indonesia Kita. Putra Sang Maestro merupakan sebuah karya yang ditulis dan disutradarai oleh Agus Noor.
Kisah yang diangkat adalah tentang perjuangan dan dilema seorang badut tua yang mendapat gelar “Sang Maestro.”
Sosok badut ini, yang terbiasa dihina dan tak dianggap, merasa gelar tersebut bukanlah miliknya. Namun, pimpinan kota yang ingin memberinya gelar itu bersikukuh bahwa gelar tersebut merupakan bentuk penghargaan bagi profesi yang sering diremehkan. Kontras ini membuat Sang Badut menjadi viral, mengundang pro dan kontra dari masyarakat. Ada yang menganggapnya sombong, sementara yang lain melihatnya sebagai simbol keteguhan sikap. Di balik keputusan itu, ternyata ada alasan personal sang pimpinan kota: ia berharap gelar ini bisa mengangkat citra anaknya, yang kerap dianggap “badut.”
Ring a bell…?
Pertunjukan ini dibintangi oleh aktor-aktor besar, di antaranya Butet Kartaredjasa, Cak Lontong, Akbar Kobar, Endah Laras, Oppie Andaresta, Sri Krishna Encik, Mucle Katulistiwa, Marwoto, Susilo Nugroho, Wisben, dan Joened.
“Saat mendengar sponsor yang tadinya akan mendukung tiba-tiba mundur, teman-teman seniman langsung berinisiatif untuk sama-sama patungan demi melanjutkan pementasan. Tim artistik rela menyesuaikan bujet yang tersedia, sementara tim produksi giat menghubungi penonton setia Indonesia Kita untuk membeli tiket donasi. Kami berusaha semaksimal mungkin agar pertunjukan ini tetap berjalan, sejalan dengan komitmen kami merawat nilai kebudayaan,” ujar Agus Noor yang terharu dengan solidnya para seniman.
Mereka tampil memukau dengan diiringi aransemen musik oleh Arie Pekar dan gerakan tari dari Siti Alisa yang penuh energi.
Bagi Butet Kartaredjasa, kondisi yang dialami tim kali ini justru menjadi bukti keberhasilan Indonesia Kita dalam membangun ekosistem budaya yang solid.
“Dukungan dari setiap elemen, mulai dari aktor, tim artistik, hingga penonton yang rela berdonasi, memperlihatkan bahwa Indonesia Kita telah membangun jaringan budaya yang kokoh. Melalui solidaritas inilah, kami optimis bahwa masyarakat masih sangat mendukung inisiatif berkesenian yang mengedepankan akal sehat dan nurani,” kata Butet.
Pementasan ini dirancang agar tak hanya memberikan hiburan, tetapi juga menginspirasi penonton untuk merenungi nilai-nilai kejujuran, kehormatan, dan penghargaan pada profesi yang sering dipandang sebelah mata.
Pertunjukan ini menjadi bentuk nyata dari tekad untuk memelihara kebudayaan Indonesia. Di tengah keterbatasan, tim Indonesia Kita membuktikan bahwa seni dapat terus hidup berkat semangat kebersamaan.
Dengan lakon Putra Sang Maestro, mereka menghadirkan pesan yang menggugah, bahwa martabat dan penghargaan tidak selalu bergantung pada gelar, tetapi pada ketulusan hati.