Penulis: Nurul Azizah
Sri Mulyani terus berbicara di banyak kesempatan kalau APBN tekor dipertengahan tahun 2025 hingga mencapai Rp 204,2 triliun. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).
Ini disebabkan oleh kontraksi penerimaan pajak diawal hingga pertengahan tahun dan tren ekonomi melemah. Hal ini menyebabkan devisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Yang dimaksud kontraksi disini adalah penerimaan pajak mengalami penurunan drastis pada pertengahan tahun 2025 yaitu sekitar Rp 204,2 T (Sumber CNN Indonesia). Penurunan ini bisa disebabkan oleh faktor ekonomi global dan domestik seperti penurunan harga komoditas ekspor dan perlambatan ekonomi serta daya beli masyarakat yang mulai berkurang. Juga terhadap sistem administrasi pajak, seperti Coretax yang belum difahami oleh masyarakat.
Penulis heran dengan sistem pemungutan pajak, banyak sekali objek pajak yang dikenai pajak. Bahkan orang bangun tidur sampai mau tidur lagi selalu kena pajak. Coba bayangkan bangun tidur orang pergi ke kamar mandi yang di dalamnya banyak barang pabrikan dari gayung, kran, sabun mandi, odol, sampo, perawatan wajah dan lain sebagainya. Semua itu barang pabrikan dan tentunya kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Lanjut ibadah, masak di dapur, makan, berangkat kerja, di kantor, pulang kerja, istirahat sejenak dan semua aktivitas manusia pasti berhubungan dengan barang pabrikan, semuanya kena PPN.
Perlu pembaca ketahui selain PPN yang masuk kas negara yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak (DJP). Selain PPN, ada PPh, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), Bea Materai dan cukai. Cukai ini pajak khusus untuk barang seperti rokok dan minuman beralkohol.
Belum lagi pajak yang dipungut daerah yaitu PKB (pajak kendaraan bermotor), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan dan pajak reklame, pajak air tanah, pajak penerangan jalan, pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Banyaknya jenis pajak ini diotak-atik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) agar meningkat jumlah penerimaannya. Hampir semua penerimaan negara dari pajak, terus penerimaan non tax masuk ke mana. Indonesia banyak sekali tambang mineral, tambang habis uang habis, APBN tekor ratusan triliun rupiah.
Inilah tugas SMI sebagai bendahara negara, kalau disektor pajak melemah coba sektor non pajak.
Ke mana hasil penjualan pengolahan hasil tambang ini yang tentunya pengolahan diserahkan ke BUMN (badan usaha milik negara).
Rakyat diuber pajak, digencet dan harus membayar pajak bahkan suruh patuh pada pajak. Tetapi kemana larinya uang pajak, rakyat tidak boleh tahu.
Sebagai bendahara negara, SMI seharusnya juga menghimpun penerimaan dari BUMN dengan kerjasama dengan menteri BUMN. Ada kerja sama antar kementrian dalam satu kabinet.
Mengapa APBN tekor hingga Rp 204,2 T ya biang keroknya Sri Mulyani sendiri beserta para pejabat kementerian lain era Presiden Prabowo. Para pejabat tidak kena efisiensi anggaran. Malah pengadaan mobil dinas pejabat sebesar Rp 931 juta per unit. Hitung jumlah pejabat era Presiden Prabowo ratusan. SMI menganggarkan untuk makan dan Snack tiap menteri saat rapat adalah Rp 171.000,- setiap rapat, padahal menteri itu seringnya rapat terus. Tarif hotel Dinas ASN tahun 2026 sebesar Rp 9,3 juta per malam. Belum lagi gaji anggota DPR RI akan dinaikkan sebesar Rp 3 juta perhari. Kalau sebulan bisa Rp 100 juta. Sehingga banyak orang kaya, pengusaha, politikus, artis pengen banget jadi anggota DPR. Para koruptor, menteri, anggota DPR MPR itu tidak menjadi beban negara. Malah beban negara jatuh pada guru.
Kabar terbaru gaji wakil rakyat atau DPR Rp 65,5 juta per bulan setelah tunjangan dipangkas.
DPR, MPR dan para menteri itu sukanya rapat terus. Gaji menteri, DPR dan MPR di Indonesia menduduki nomor 4 terbesar di dunia, kalahkan Amerika Serikat.
Palak terus rakyat kecil, rakyat Indonesia jumlah rakyatnya jutaan sementara para pejabat kan hanya ratusan. Negara besar, pengeluaran besar, hutang besar, kesenjangan juga besar. Rakyat yang hidupnya miskin juga berjumlah besar atau banyak sekali.
Ibu Sri Mulyani Indrawati yang terhormat ketahuilah Indonesia itu negara besar, malingnya juga besar. Korupsinya besar sekali. Utang negara juga besar. Semua terjadi karena bendahara negara adalah orang hebat sebagai ahli keuangan dunia. Eh ternyata SMI itu menteri keuangan yang ahli utang. Ahli otak Atik untuk gencet rakyat yang semakin melarat.
Saat ini rakyat yang kena palak pajak sudah mulai buka suara tidak mau bayar pajak. Sasaran berikutnya guru dan dosen dianggap “beban negara”.
Terus kapan koreksi ke para menteri temannya SMI, anggota DPR RI dan DPRD serta para anggota MPR dianggap sebagai beban negara?
Apakah pantas para menteri, DPR, MPR digaji besar oleh negara, sementara hasil kerjanya tidak bisa dirasakan oleh rakyat kecil.
Nurul Azizah, penulis buku “Muslimat NU Militan untuk NKRI”

















