Never Quit, and You Never Lose

Seberapa Indonesia Kamu…?

#Bagian Ketiga (dari tiga)

“If you never try it, you will never know it, and then you might regret it… Success is at the corner, you should never give up…”
-Rudolf W ‘Billy’ Matindas-

“Angka Favorit Oom Billy Adalah Angka 3…”

-Iklan-

Karier di darat dimulai dengan menjadi pimpinan di sebuah perusahaan pelayaran yang saya lupa namanya, mengelola berbagai hal terkait perkapalan, termasuk pariwisata di dalamnya.

Hidup di darat membuat Oom Billy punya waktu lebih banyak dengan keluarga, dan ini menyenangkan untuk Tante Barbara, istri Oom Billy yang berkewarganegaraan Jerman, serta kedua anak Oom Billy, Denise Joyce Matindas dan Malcolm Jacques Matindas alias Tobi (diambil dari nama baptis Tobias).

Sekarang Tante Barbara dan kedua anaknya tinggal di Jerman, Denise yang Sarjana Hukum lulusan Universitas Indonesia angkatan 95 memilih banting setir jadi perawat, mungkin karena di situ Denise merasa “eagerness”-nya untuk berbuat di sisi kemanusiaan lebih bisa tersalurkan, sementara Tobi bekerja di Bike and Outdoor Company sebagai retailer.

Di antara semua adik Mama, Oom Billy yang paling galak sama keponakannya, apalagi sama anaknya, tapi segalak-galaknya, semua tahu seberapa sayangnya beliau ke kita semua.

Di waktu kosong, Oom Billy akan keliling menemui Oom dan Tantenya, semua sudah sepuh, dan Oom Billy mengunjungi sekedar untuk membahagiakan mereka. Datang dengan buah tangan seadanya, bercerita dan melucu supaya Oom Tantenya tertawa, menyanyi lagu-lagu lawas bersama-sama, wujud dari penghormatannya pada mereka.

Hari lain akan diisi dengan membawa anak-anaknya makan di luar, masuk pasar, makan di warung tenda, blusukan kalau istilah sekarang, sambil menunjukkan pada anak-anaknya bagaimana realita kaum marginal, berapa banyak orang yang hidupnya luar biasa susah, sambil menggelontorkan segudang nasihat untuk bersyukur atas kemudahan yang diterima, dan keharusan untuk peduli pada orang lain di bawah kita. Saat lain lagi, diperkenalkan juga anak-anaknya pada kemewahan, supaya tidak silau melihat gemerlap kalangan atas, dengan penjelasan bahwa kemewahan dan kemelaratan itu sama saja, jika tidak mampu kita mensyukurinya maka semuanya hanya akan jadi keburukan untuk kita dan sesama.

Ada masa dimana perusahaan tempat Oom Billy bekerja mengalami krisis, waktu itu sebagai pimpinan perusahaan Oom Billy menolak menerima gajinya dan meminta kepada pemilik perusahaan untuk mengalihkan gajinya untuk dapat menggenapi gaji bawahannya. Langkah ini adalah salah satu wujud tanggung jawab yang diambil setelah berdiskusi dan disepakati bersama Tante Barbara yang saat itu juga bekerja di sebuah NGO Jerman di Jakarta. Tante Barbara yakin dapat mengatur pengeluaran dengan gajinya, dan pasti bisa menutup pengeluaran rumah tangga walau serba pas-pasan. Tante Barbara memang Tante yang punya label sebagai Tante yang penuh kasih, tag line-nya adalah “Kasihan dia ya…”, lalu langsung bantu itu orang.

Tapi krisis perusahaan tempat Oom Billy bekerja tidak lama, terobosan demi terobosan berhasil menyelamatkan perusahaan dan semua kembali normal.

Kecintaan pada laut, pada keindahan, dan kesempatan yang terbuka dari relasi yang terus berkembang membuat Oom Billy terlibat aktif dalam pengembangan pariwisata. Semua diarahkannya ke Minahasa, tanah asalnya, bahkan pindah kerja ke Manado dengan tujuan berkarya nyata untuk Minahasa. Oom Billy sempat menulis buku tentang sejarah Minahasa yang berjudul; “Minahasa: Sejarah dan Derap Langkahnya Menuju Kemerdekaan Indonesia”, selain itu Oom Billy juga terlibat dalam beberapa organisasi lingkungan hidup dan kemaritiman di Manado.

Memerangi illegal fishing adalah salah satu hal keras yang dilakukannya, ancaman bunuh pun didapatkan dari mafia di sana. Tapi namanya juga Oom Billy, nyalinya tidak putus, akalnya selalu mulus, dan malah semakin giat memerangi mafia illegal fishing di sana.

Dalam kepariwisataan, Oom Billy adalah salah satu pioneer pengembangan area wisata yang sekarang kita kenal dengan nama Bunaken. Oom Billy juga yang menemukan serta mengembangkan sebuah diving spot bernama Selat Lembeh. Pembukaan jalan ke sana berhasil dilakukannya setelah merangkul seorang pengusaha Amerika, lalu berkoordinasi dengan Gubernur dan Walikota saat itu.

Penemuan Selat Lembeh ini belakangan diklaim oleh Marc Ecenbarger, anak dari partner usahanya, Oom Billy bilang; “Biarlah, toh targetnya bukan untuk cari nama, melainkan melestarikan alam dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di sana…”.

Di saat lain, Oom Billy bersama rekannya bernama Alex Rorimpandey dan Benny Tengker mendirikan Akademi Maritim Indonesia di Bitung di Manembo-Nembo, sebagai cabang “Kampus Ungu” Ami Asmi Jakarta, walaupun di dalam website resmi AMI Bitung yang sekarang dipegang anak dari Benny Tengker, nama Oom Billy hilang. Saya yakin kalau Oom Billy masih ada, beliau akan bilang; “Biarlah, hanya nama dan saham kepemilikan, yang penting cita-cita tercapai…”,  orang Menado dan Bitung tahu betul siapa Captain Laut yang sangat ingin pemuda Minahasa jadi pelaut tangguh, Billy namanya. Semuanya sama, bukan untuk nama, tapi untuk karya, untuk kebaikan dalam cita-cita.

Pekerjaan yang begitu banyak dalam pengembangan pariwisata, perusahaan dan resort-nya, organisasi lingkungan hidup, pembinaan pelaut muda, memerangi illegal fishing dan lain sebagainya membuat Oom Billy kelelahan dan kurang menjaga kesehatannya, terutama di urusan makan.

Sempat sakit jantung, operasi bypass di Australia, sehat, tidak jaga makan, akhirnya komplikasi, jantung, liver, ginjal, diabetes, hingga akhirnya tahun 2001 Oom Billy drop down, masuk rumah sakit.

Waktu itu Tante Barbara dan kedua anaknya ada di Jerman, jadi Tante Ola (anak nomor 6) berangkat ke Manado untuk jemput dan bawa ke Jakarta. Dengan berbagai kendala dan “kebandelan” Oom Billy yang mau lihat Bitung dulu sebelum ke Jakarta, akhirnya sampailah Oom Billy di Jakarta, dan langsung masuk ICU. Beberapa hari di ICU, Oom Billy masuk kamar biasa, minta kamar yang ada wifi; “Mau kerja urus perusahaan dan update berbagai hal…” ujarnya. Benar-benar bandel.

Pagi itu tanggal 28 Januari 2002, Tante Ola besuk dan ditanya Oom Billy; “Tanggal berapa ini…?”, Tante Ola jawab, 28 Januari, ulang tahun Bonnie (anak kedua Tante Ola). Lalu Oom Billy bilang; “Berarti tinggal 3 hari lagi…” (angka favorit keluar), Tante Ola bingung dengan perkataan itu, tapi menutupinya dengan canda tawa. Benar, 3 hari kemudian, pada jam 03:33, Oom Billy dipanggil Tuhan. Sesuai pesan sebelum meninggal, Oom Billy dikremasi dan abunya ditabur di 3 tempat, Jakarta, Bitung (di Selat Lembeh), dan di Bremen.

Saya ingin menutup tulisan ini dengan 3 kata yang menggambarkan ke-Indonesia-an Oom Billy, tapi 33 kata pun tidak berhasil saya rangkai untuk menggambarkannya. Baiklah saya tutup saja dengan 3 kata dari keluarga, dari Minahasa, dari Indonesia; “Terima Kasih Billy…”

Oom Billy, orang Indonesia… Kamu…?

-Roger Paulus Silalahi-

 

Artikel ini merupakan tulisan pamungkas dari seri tulisan “Seberapa Indonesia Kamu?”

Baca sebelumnya:

Captains are Born Not Made

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here