Keberanian Silent Majority vs Militansi Radikal Intoleran

Penulis: Roger P. Silalahi

Kemenangan Jokowi dalam pilpres 2 kali berturut-turut salah satunya adalah hasil dari dukungan silent majority yang memilih berhenti menjadi ‘silent majority’ dan ikut berteriak, tampil, menunjukkan diri sebagai pendukung Jokowi. Perlawanan terhadap guncangan pesaing yang tampil dengan berbagai cara, strategi, penyebaran hoax dan cara lainnya akhirnya terkalahkan.

Banyak yang mengatakan Indonesia ada di kondisi mengkhawatirkan dari sisi radikalisme agama dan intoleransi, dengan konsekuensi hingga “di-Suriah-kan”, tapi gerakan yang secara tegas melawan radikalisme agama dan intoleransi ini masih belum nampak. Apakah karena silent majority masih belum merasa terusik…?

-Iklan-

Pada hari Kamis siang (19/5) tersebar sebuah video dan 4 flyers mempromosikan penjualan 3 design “T-Shirt” dan 1 design “sticker” yang designnya bertemakan “Indonesia Anti Khilafah” yang disebar atas nama sebuah komunitas bernama Komunitas Anak Bangsa. Saya semangat membantu menawarkan baju-baju ini, tapi response dari rekan-rekan di kelompok nasionalis sangat minim.

Menurut saya “T-Shirt” itu dengan tegas menunjukkan posisi sekaligus mengingatkan kaum radikalis agama dan intoleran bahwa kita ini Indonesia, ideologi kita Pancasila, semboyan kita Bhinneka Tunggal Ika, bagus untuk membangun kembali rasa sebagai warga negara Indonesia. Memang kita harus menunjukkan jati diri kita, keberpihakan kita, dan pembelaan kita pada Pancasila.

Strategi masuknya radikalisme agama dan intoleransi dimulai dengan menampilkan identitas keagamaannya, yang kemudian secara perlahan tapi pasti menempatkan mereka dalam kelompok yang eksklusif. Eksklusivisme ini yang kemudian mendorong mereka menjadi radikal dalam pemikiran, berlanjut menjadi radikal dalam perkataan dan perbuatan. Nampaknya strategi yang sama ingin dijalankan oleh Komunitas Anak Bangsa, dengan mulai mengeluarkan pakaian yang tegas menentang eksklusivisme, radikalisme, intoleransi, yang secara tegas menyatakan Pancasila adalah Indonesia, Indonesia adalah Pancasila.

Dukungan terhadap gerakan ini seharusnya besar, seharusnya mereka yang digolongkan pada ‘silent majority’ mulai menampilkan diri sebagai Patriot Pancasila, sebagai Orang Indonesia. Ketika berbincang dengan anggota Komunitas Anak Bangsa ini, mereka melihat adanya semacam ‘ketakutan’ atau ‘keengganan’ silent majority untuk berhadapan langsung dengan kaum radikal dan intoleran. Namun demikian mereka berharap langkah yang sama diambil oleh berbagai komunitas lain, berani menampilkan keindonesiaan lewat keseharian kita, tata krama kita, bahasa kita, dan juga pakaian kita yang menunjukkan “Kita Pancasila, Kita Indonesia”.

-Roger P. Silalahi-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here