Beragama dengan Nafsu, Dari Pelintiran Ayat untuk Politik hingga Poligami

Foto/Okezone

Penulis: Niken Sri Rahayu

Agama sebagai petunjuk yang diturunkan Tuhan ke muka bumi tentu akan membawa kebaikan, kerukunan, perdamaian, dan persatuan, jika difungsikan dengan benar.

Jika agama tidak diperlakukan sesuai fungsinya tetapi diperlakukan sesuai nafsu atau kepentingan seseorang baik itu secara politik dan lain-lain tentu akan membawa hasil yang berbeda.

-Iklan-

Bukannya membawa kebaikan tetapi justru membawa perpecahan bahkan permusuhan. Bukannya membawa kemudahan bagi kehidupan umat tetapi malah mempersulit karena kemudian mereka mengesklusifkan diri dari pergaulan.

Agama yang diturunkan Tuhan sebagai petunjuk untuk kemaslahatan umat di era sekarang mengalami pergeseran akan fungsinya.

Ada orang-orang yang menggunakan agama sebagai alat berpolitik. Hukum-hukum agama mereka plintir-plintir dan tafsirkan sesuai kepentingan politik mereka, apapun yang datang dari luar jika tidak sesuai dengan warna politik mereka diharamkan dan pelakunya dikafirkan.

Ada pula yang memanfaatkan agama sebagai alat untuk memanjakan syahwat semata. Poligami dengan alasan “nyunnah”.

Padahal bentuk poligami yang mereka praktekkan jauh dari poligami yang dicontohkan nabi. Nabi berpoligami dengan menikahi janda sepuh korban perang dan lain-lain, itupun dilakukan setelah istri pertama wafat.

Tetapi poligami yang dipraktekkan “kaum kadal” tidaklah demikian. Mereka mencari yang lebih muda, cantik dan seksi.

Tidak ada tuh yang menikahi janda-janda sepuh. Kenapa, tentu karena tujuannya sangat berbeda.

Poligaminya nabi benar-benar bertujuan menolong dan memuliakan para janda yang dinikahi. Jika poligami mencari yang muda dan cantik melebihi istri pertama bisa dipastikan tujuannya adalah syahwat.

Memanjakan syahwat yang di bungkus sunnah.

Para mualaf pun mereka hakimi. Para mualaf yang berseberangan dengan mereka dicibir.

Contoh, Deddy Corbuzier mereka katakan salah pilih guru ketika bermualaf dan berguru kepada ulama NU.

Jonathan Latumahina yang bertato mereka cibir juga, bertato kok jadi pengurus Anshor, kok dekat dengan Menteri Agama.

Lah, memang apa salahnya bertato mualaf, wong Allah saja tidak melarang. Wkkkk.

NU bukanlah ormas yang sok suci, NU itu merangkul bukan memukul. NU itu menerima dan mewadahi semua orang dari berbagai kalangan.

Jadi tidak perlu iri kalau NU menjadi ormas keagamaan terbesar di negeri ini.

Bukankah yang berhak menerima tobat ketaqwaan dan keimanan seorang hamba itu adalah Tuhan.

Kenapa mereka yang sibuk menilai dan menghakimi seolah merekalah pemegang otorita diterima dan tidaknya tobat dan keimanan seorang hamba.

Tetapi akan berbeda dengan para mualaf yang menguntungkan mereka dan orang-orang yg baru bertobat yang baru saja mengenal Islam, asal mau mencaci-maki pemerintah membuat fitnah dan hoaks menyerang NU dan tokoh-tokohnya, mereka sanjung dan puja.

Padahal huruf Hijaiyah saja tidak hapal Malah ada yang mark up ayat Al Qur an. Wkkkkk.

Maunya mereka ini apa sie, beragama atau berpolitik. Berjihad atau memberontak dan merebut kekuasaan?

SALAM RAHAYU 🇮🇩❤️

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here